Sebuah
pernikahan dapat dikatakan sah apabila memenuhi rukun serta syarat-syarat yang
ada dalam pernikahan. Adapun syarat nikah ialah izin dari wali, kerelaan
mempelai wanita sebelum dilangsungkan pernikahan, mahar dan saksi. Sedangkan
rukun nikah ialah ijab dan kabul.
Semua rukun
dan syarat-syarat pernikahan pun harus dilakukan dengan jelas, sehingga tidak
ada unsur penipuan. Oleh karena itu suami atau wakilnya harus hadir ditempat,
begitu juga wali perempuan atau wakilnya harus hadir ditempat, sama halnya
dengan dua orang saksi yang keduanya pun harus hadir di tempat untuk
menyaksikan akan pernikahan.
Sedangkan ada
banyak hal yang tidak bisa terpenuhi dalam akad nikah melalui telfon,
diantaranya ialah tidak adanya dua saksi, tidak adanya wali dari pihak
perempuan serta tidak bertemunya kedua mempelai. Hal inilah yang pada akhirnya
menyebabkan akad pernikahan tersebut menjadi tidak sah.
Seandainya dihadirkan
dua
orang saksi dan wali perempuan dalam akad ini pun, tetap saja akad pernikahan tersebut tidak sah. Karena kedua saksi
tidak menyaksikan apa-apa kecuali orang yang sedang menelfon, begitu juga wali
perempuan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Suara yang ada ditelfon belum tentu suara calon suami atau istri, secara tidak langsung pernikahan melalui telfon berpotensi untuk salah, atau rentan
terjadinya penipuan dan manipulasi.
Oleh
karenanya Fatawa Lajnah Daimah Li Al-Ifta’ mengeluarkan fatwa bahwa akad
nikah dari mulai ijab dan kabul serta mewakilkannya melalui telfon sebaiknya
tidak disahkan, dengan pertimbangan semakin banyaknya penipuan dan manipulasi
yang terjadi di zaman ini. Hal ini diputuskan demi kemurnian syari’at dan
mejaga kemaluan serta kehormatan, sehingga para pemalsu tidak serta merta
mempermainkan kesucian Islam dan harga diri manusia.
Namun, pernikahan
tersebut dinyatakan sah apabila semua rukun serta syarat-syaratnya terpenuhi,
kedua belah pihak saling mengenal dan dapat dipastikan bahwa tidak ada unsur
penipuan di dalamnya. Dalam hal ini Syaikh Bin Baz ketika ditanya oleh
seseorang yang menikah lewat telfon dan mereka saling mengenal suara
masing-masing pihak, beliau menyatakan bahwa pernikahan tersebut sah.
Meski
demikian, tidak dianjurkan bagi orang yang ingin menikah untuk menggunakan alat
teknologi seperti telfon dan lain sebagainya kecuali dalam keadaan terpaksa dan
darurat, hal ini untuk kehati-hatian di dalam melakukan pernikahan karena
berhubungan dengan kehormatan seseorang. Wallahu A’lam bish Shawab.
Referensi:
-
Abu Malik Kamal bin Sayid
Salim, Shahih Fiqh Sunnah, 3/135
-
Fatawa Lajnah Ad-Daimah li
Al-Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Ifta’, 18/90
Komentar