Langsung ke konten utama

Ibnu ‘Abbas Mendebat Kaum Khawarij




Abdullah bin 'Abbas radhiallahu'anhuma, merasa perlu untuk berbicara dengan mereka dalam rangka mendebat mereka dan mematahkan argumen mereka supaya mereka kembali ke jalan yang benar
Kaum Khawarij adalah sekte pertama yang menyimpang dalam sejarah Islam. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahkan berwasiat khusus mengenai kaum khawarij, beliau bersabda
تمرق مارقة على حين فرقة من أمتي يحقر أحدكم صلاته مع صلاتهم، وقراءته مع قراءتهم، يمرقون من الإسلام مروق السهم من الرمية، أينما لقيتموهم فاقتلوهم فإن في قتلهم أجراً لمن قتلهم
Mereka keluar saat terjadi perpecahan di antara umatku. Salah seorang diantara kalian (sahabat Nabi) akan menganggap remeh shalatnya dibanding shalat mereka. Kalian menganggap remeh baca’an Al Qur’an kalian dibanding bacaan mereka. Mereka itu keluar dari agama ini sebagaimana keluarnya panah keluar dari busurnya. Dimanapun kalian menemui mereka, bunuhlah mereka. Karena membunuh mereka itu berpahalanya bagi yang membunuhnya” (HR. Bukhari 3611)
Diantara aqidah kaum khawarij adalah menganggap kafirnya kaum muslimin pelaku dosa besar, dan meyakini bahwa mereka kekal di neraka. Demikian ciri khas kaum khawarij, yaitu terlalu mudah memvonis kafir kepada seorang Muslim. Bahkan di zaman Ali bin Abi Thalib dahulu, mereka mengkafirkan Ali bin Abi Thalib yang menjadi khalifah dan juga mengkafirkan kaum muslimin yang tidak setuju dengan pendapat mereka.
Bahkan sebelumnya, mereka telah membangun pemberontakan terhadap khalifah Utsman bin ‘Affan radhiallahu’anhu yang menyebabkan terbunuhnya Utsman. Ini pun merupakan salah satu sifat mereka, yaitu gemar mencari-cari kesalahan penguasa. Mereka juga berpendapat wajibnya menggulingkan penguasa yang mereka anggap salah dan zhalim. Sebagaimana ketika mereka mengkafirkan Ali bin Abi Thalib, dengan alasan bahwa Ali telah berhukum dengan selain hukum Allah yaitu berhukum kepada manusia. Mereka berdalil dengan ayat,
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, mereka adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah: 44).
Namun Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhuma, seorang ulama yang faqih di kalangan para sahabat Nabi, merasa perlu untuk berbicara dengan mereka dalam rangka mendebat mereka dan mematahkan argumen mereka supaya mereka kembali ke jalan yang benar. Berikut ini dialog antara Abdullah bin ‘Abbas dengan kaum Khawarij.
Diriwayatkan oleh Imam An Nasa-i dalam kitab Al Khasha-ish Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (190), dengan sanad yang hasan,
أخبرنا عمرو بن علي قال حدثنا عبد الرحمن بن مهدي قال حدثنا عكرمة بن عمار قال حدثني أبو زميل قال حدثني عبد الله بن عباس قال
‘Amr bin Ali mengabarkan kepadaku, ia berkata, ‘Abdurrahman bin Mahdi menuturkan kepadaku, Ikrimah bin ‘Ammar berkata, Abu Zamil menuturkan kepadaku, ia berkata, Abdullah bin ‘Abbas berkata:
لما خرجت الحرورية اعتزلوا في دار و كانوا ستة آلاف فقلت لعلي يا أمير المؤمنين أبرد بالصلاة لعلي أكلم هؤلاء القوم قال إني أخافهم عليك قلت كلا
Ketika kaum Haruriyyah (Khawarij) memberontak, mereka berkumpul menyendiri di suatu daerah. Ketika itu mereka ada sekitar 6000 orang. Maka aku pun berkata kepada ‘Ali bin Abi Thalib: “wahai Amirul Mu’minin, tundalah shalat zhuhur hingga matahari tidak terlalu panas, mungkin aku bisa berbicara dengan mereka kaum Khawarij”. Ali berkata: “aku mengkhawatirkan keselamatanmu”. aku berkata: “tidak perlu khawatir”
فلبست وترجلت و دخلت عليهم في دار نصف النهار وهم يأكلون فقالوا مرحبا بك يا ابن عباس فما جاء بك قلت لهم أتيتكم من عند أصحاب النبي المهاجرين والأنصار ومن عند ابن عم النبي وصهره وعليهم نزل القرآن فهم أعلم بتأويله منكم و ليس فيكم منهم أحد لأبلغكم ما يقولون وأبلغهم ما تقولون فانتحى لي نفر منهم
Aku lalu memakai pakaian yang bagus dan berdandan. Aku sampai di daerah mereka pada waktu tengah hari, ketika itu kebanyakan mereka sedang makan. Mereka berkata: “marhaban bik (selamat datang) wahai Ibnu ‘Abbas, apa yang membuatmu datang ke sini?”. Aku berkata: “Aku datang mewakili para sahabat Nabi dari kaum Muhajirin dan Anshar dan mewakili anak dari paman Nabi (Ali bin Abi Thalib). Merekalah yang membersamai Nabi, Al Qur’an di turunkan di tengah-tengah mereka, dan mereka lah yang paling memahami makna Al Qur’an. Dan tidak ada salah seorang pun dari kalian yang termasuk sahabat Nabi. Akan aku sampaikan perkataan mereka yang lebih benar dari perkataan kalian”. Lalu sebagian dari mereka mencoba menahanku untuk bicara.
قلت هاتوا ما نقمتم على أصحاب رسول الله وابن عمه قالوا ثلاث قلت ما هن قال أما إحداهن فانه حكم الرجال في أمر الله وقال الله إن الحكم إلا لله الأنعام 57 يوسف 40 67 ما شأن الرجال والحكم قلت هذه واحدة قالوا وأما الثانية فانه قاتل ولم يسب ولم يغنم إن كانوا كفارا لقد حل سبيهم و لئن كانوا مؤمنين ما حل سبيهم و لا قتالهم قلت هذه ثنتان فما الثالثة وذكر كلمة معناها قالوا محى نفسه من أمير المؤمنين فإن لم يكن أمير المؤمنين فهو أمير الكافرين قلت هل عندكم شيء غير هذا قالوا حسبنا هذا
Aku berkata lagi: “sampaikan kepada saya apa alasan kalian memerangi para sahabat Rasulullah dan anak dari pamannya (Ali bin Abi Thalib)?”. Mereka menjawab: “ada 3 hal”. Aku berkata: “apa saja?”. Mereka menjawab: “Pertama: ia telah menjadi hakim dalam urusan Allah, padahal Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah” (QS. Al An’am: 57, Yusuf: 40). Betapa beraninya seseorang menetapkan hukum!”. Aku berkata: “ini yang pertama, lalu?”. Mereka menjawab: “Kedua: ia memimpin perang (melawan pihak ‘Aisyah) namun tidak menawan tawanan dan tidak mengambil ghanimah. Padahal jika memang ia memerangi orang kafir maka halal tawanannya. Namun jika yang diperangi adalah orang mukmin maka tidak halal tawanannya dan tidak boleh diperangi”. Aku berkata: “ini yang kedua, lalu apa yang ketiga?”. (Ketiga) Mereka menyampaikan perkataan yang intinya kaum Khawarij berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib telah menghapus gelar Amirul Mu’minin dari dirinya, dengan demikian ia adalah Amirul Kafirin. Aku lalu berkata: “apakah masih ada lagi alasan kalian?”. Mereka menjawab: “itu sudah cukup”.
قلت لهم أرأيتكم إن قرأت عليكم من كتاب الله جل ثناءه وسنة نبيه ما يرد قولكم أترجعون قالوا نعم قلت أما قولكم حكم الرجال في أمر الله فإني أقرأ عليكم في كتاب الله أن قد صير الله حكمه إلى الرجال في ثمن ربع درهم فأمر الله تبارك وتعالى أن يحكموا فيه أرأيت قول الله تبارك وتعالى يا أيها الذين آمنوا لا تقتلوا الصيد وأنتم حرم ومن قتله منكم متعمدا فجزاء مثل ما قتل من النعم يحكم به ذوا عدل منكم المائدة 95
Aku berkata: “bagaimana menurut kalian jika aku membacakan kitabullah dan sunnah Nabi-Nya yang akan membantah pendapat kalian? apakah kalian akan rujuk (taubat)?”. Mereka berkata: “ya”. Aku katakan: “adapun perkataan kalian bahwa Ali bin Abi Thalib telah menetapkan hukum dalam perkara Allah, aku kan membacakan Kitabullah kepada kalian bahwa Allah telah menyerahkan hukum kepada manusia dalam seperdelapan seperempat dirham. Allah tabaraka wa ta’ala memerintahkan untuk berhukum kepada manusia dalam hal ini. tidakkah kalian membaca firman Allah tabaraka wa ta’ala (yang artinya): ‘Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan dalam keadaan berihram. Barang siapa yang membunuhnya diantara kamu secara sengaja, maka dendanya adalah mengantinya dengan hewan yang seimbang dengannya, menurut putusan hukum dua orang yang adil diantara kamu‘ (QS. Al Maidah: 95)”
وكان من حكم الله انه صيره إلى رجال يحكمون فيه ولو شاء يحكم فيه فجاز من حكم الرجال أنشدكم بالله أحكم الرجال في صلاح ذات البين وحقن دمائهم أفضل أو في أرنب قالوا بلى هذا أفضل وفي المرأة وزوجها وإن خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما من أهله وحكما من أهلها النساء 35 فنشدتكم بالله حكم الرجال في صلاح ذات بينهم وحقن دمائهم افضل من حكمهم في بضع امرأة خرجت من هذه قالوا نعم
Ini diantara hukum Allah yang Allah serahkan putusannya kepada manusia. Andaikan Allah mau, tentu Allah bisa memutuskan saja hukumnya. Namun Allah membolehkan berhukum kepada manusia. Demi Allah aku bertanya kepada kalian, apakah putusan hukum seseorang dalam mendamaikan suami-istri yang bertikai atau dalam menjaga darah kaum muslimin atau dalam masalah daging kelinci itu afdhal? Mereka menjawab: “iya, tentu itu afdhal”. Dalam masalah pertikaian suami istri, “Dan bila kamu mengkhawatirkan perceraian antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (penengah yang memberi putusan) dari keluarga laki-laki dan seorang penengah dari keluarga wanita” (QS. An Nisaa: 35). Demi Allah telah bacakan kepada kalian diperintahkannya berhukum kepada manusia dalam mendamaikan suami-istri yang bertikai dan dalam menjaga darah mereka, dan itu lebih afdhal dari pada hukum yang diputuskan beberapa wanita. Apakah alasanmu sudah terjawab dengan ini? Mereka menjawab: “Ya”.
قلت وأما قولكم قاتل ولم يسب ولم يغنم أفتسبون أمكم عائشة تستحلون منها ما تستحلون من غيرها وهي أمكم فإن قلتم إنا نستحل منها ما نستحل من غيرها فقد كفرتم وان قلتم ليست بأمنا فقد كفرتم النبي أولى بالمؤمنين من أنفسهم وأزواجه أمهاتهم الأحزاب 6 فأنتم بين ضلالتين فأتوا منها بمخرج افخرجت من هذه قالوا نعم
Aku berkata: “adapun perkataan kalian bahwa Ali berperang (melawan pihak ‘Aisyah) namun tidak menawan dan tidak mengambil ghanimah, saya bertanya, apakah kalian akan menawan ibu kalian ‘Aisyah? Apakah ia halal bagi kalian sebagaimana tawanan lain halal bagi kalian? Jika kalian katakan bahwa ia halal bagi kalian sebagaimana halalnya tawanan yang lain, maka kalian telah kufur. Atau jika kalian katakan ia bukan ibumu, kalian kafir. ‘Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka (kaum mukminin)‘ (QS. Al Ahdzab: 6). Maka kalian berada di antara dua kesesatan, coba kalian pilih salah satu? Apakah ini sudah menjawab alasan kalian?”. Mereka menjawab: “ya”.
وأما محي نفسه من أمير المؤمنين فأنا آتيكم بما ترضون إن نبي الله يوم الحديبية صالح المشركين فقال لعلي اكتب يا علي هذا ما صالح عليه محمد رسول الله قالوا لو نعلم انك رسول الله ما قاتلناك فقال رسول الله امح يا علي اللهم انك تعلم إني رسول الله امح يا علي واكتب هذا ما صالح عليه محمد بن عبد الله والله لرسول الله ص خير من علي و قد محى نفسه و لم يكن محوه نفسه ذلك محاه من النبوة أخرجت من هذه قالوا نعم
Ibnu Abbas berkata, “Adapun perkataan kalian bahwa Ali menghapus gelar Amirul Mu’minin darinya, maka aku akan sampaikan hal yang kalian ridhai. Bukankah Nabi shalallahu‘alaihi wasallam pada Hudaibiyah membuat perjanjian dengan kaum Musyrikin. Rasulullah berkata kepada Ali, “tulislah wahai Ali, ini adalah perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad Rasulullah”. Namun kaum musyrikin berkata, “tidak! andai kami percaya bahwa engkau Rasulullah,  tentu kami tidak akan memerangimu”. Maka Rasulullah shalallahu‘alaihi wasallam bersabda, “Kalau begitu hilangkan tulisan “Rasulullah” wahai Ali. Ya Allah, sungguh Engkau Maha Mengetahui bahwa aku adalah Rasul-Mu. Hapus saja, wahai Ali. Dan tulislah, ini adalah perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad bin Abdillah”. Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentu lebih utama dari pada Ali. Namun beliau sendiri pernah menghapus gelar “Rasulullah”. Namun penghapus gelar tersebut ketika itu tidak menghapus kenabian beliau. Apakah alasan kalian sudah terjawab dengan ini?”. Mereka berkata: “ya”.
فرجع منهم ألفان وخرج سائرهم فقتلوا على ضلالتهم قتلهم المهاجرون والأنصار
Ibnu Abbas berkata, “maka bertaubatlah sekitar dua ribu orang di antara mereka, dan sisanya tetap memberontak. Mereka akhirnya terbunuh dalam kesesatan mereka. Kaum Muhajirin dan Anshar lah yang membunuh mereka”. [selesai].
Semoga banyak pelajaran yang diambil dari kisah ini, semoga Allah menetapkan kita di jalan-Nya yang lurus.

Komentar

valoriajaiah mengatakan…
What is the minimum age to gamble at casinos in NJ? - PJ Hub
A minimum age 울산광역 출장마사지 to gamble at casinos 전라북도 출장샵 in 영천 출장안마 NJ? · 목포 출장마사지 1. Go to 경기도 출장마사지 the NJ Casino website · 2. Visit the

Postingan populer dari blog ini

Contoh Review Skripsi

REVIEW SKRIPSI BAB I “ HUKUM MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL KAJIAN HADITS MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL” Oleh Ihda Al-Husnayain Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Metodologi Penelitian” Diampu oleh: Ust. Junaidi Manik, M.PI Oleh: Uswatun Hasanah PROGRAM AD-DIROSAH AL-ISLAMIYAH AL-MA’HAD AL-‘ALY HIDAYATURRAHMAN SRAGEN 143 9 H/ 201 7 M A.     Judul Skripsi. HUKUM MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL KAJIAN HADITS MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL (Studi Analisis) disusun oleh: Ihda Al-Husnayain. Judul skripsi merupakan hal sangat penting, karena judul akan menggambarkan pembahasa yang akan dikaji oleh penulis, selain itu judul skripsi harus sesuai dengan pembahasan yang ditulis oleh penulis. Judul skripsi pun harus singkat, jelas serta menarik. Adapun judul skripsi di atas menurut reviewer sudah baik dan sesuai dengan metodologi penulisan skripsi yang benar. B

PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN

       PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN Makalah guna memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Ushul Tafsir Oleh : Uswatun Hasanah Dosen Pengampu: Siti Badriyah                                                                                        JURUSAN DIRASA T AL ISLAMIYYAH AL MA’HAD AL ALY HIDAYATURRAHMAN     SRAGEN    2015-2016 PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN             Setelah masa khulafaur rosyidin berakhir, kepemerintahan dipimpin oleh generasi setelahnya yaitu generasi tabi’in, seiring bergantinya generasi perkembangan ilmu pun ikut berkembang begitu juga ilmu tafsir,penafsiran dari masa ke masa telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dikarenakan penafsiran pada masa sahabat diterima baik oleh para ulama dari kaum Tabi’in di berbagai daerah kawasan Islam. Dan pada akhirnya mulai muncul kelompok-kelompok ahli tafsir di Makkah, Madinah, dan di daerah lainnya

Segala Hal yang Keluar dari Dua Jalan (Qubul dan Dubur)

Oleh : Wafdah Amnatul Jannah, dkk. Sebelum mengkaji tentang sesuatu yang keluar dari sabilain [1] lebih jauh, maka ada baiknya jika membahas tentang pengertian najis terlebih dahulu. Karena segala sesuatu yang keluar dari sabilain termasuk najis. Najis secara bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan secara syar’i , najis adalah segala sesuatu yang haram untuk dikonsumsi secara mutlak walaupun   memungkinkan, yang hal tersebut bukan karena haram, kotor, atau berbahaya bagi badan dan akal. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa, segala sesuatu yang keluar dari dalam tubuh hewan [2] terbagi menjadi dua : 1.        Sesuatu yang tidak menyatu dan tidak mengalami perubahan di dalam tubuh, seperti : ludah, keringat, air mata, air liur [3] dan sejenisnya. Maka, hukumnya sesuai dengan hukum hewan tersebut. Jika berasal dari hewan yang najis, berarti hukumnya najis , dan sebaliknya. 2.        Sesuatu yang mengalami perubahan di dalam tubuh, seperti : air kencing,