Langsung ke konten utama

sejarah madzahib



SEJARAH MADZAHIB

Ditulis Guna  Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Tafsir
Dosen Pengampu: Siti Badriyah

                                                                                    
  


Oleh:
1.      Rosyidah Nur Arifah
2.      Aufa Nida’ul Husna
3.      Uswatun Hasanah

4.      Jihan Kholilah


AL-MA'HAD AL-'ALY LID-DIRASAH AL-ISLAMIYYAH HIDAYATURROHMAN 


PENDAHULUAN

            Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan-Nya, serta meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan jiwa kita dan keburukan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, tak seorang pun yang dapat menyesatkannya . dan barangsiapa yang Allah sesatkan, tiada seorangpun yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah, yang berhak untuk disembah dengan benar  selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah hamba dan Rosul-Nya. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, penghulu para Nabi dan Rosul. Wa ba’du.
            Dengan memanjatkan syukur kehadirat Allah SWT, Alhamdulillah kami telah menyelesaikan karya ilmiyah yang kami beri judul “ SEJARAH  MADZAHIB”. Karya ini adalah hasil kajian ilmiyah tentang beberapa sejarah madzhab yang kami susun untuk memberi pengetahuan kepada para pembaca agar tidak buta akan sejarah-sejarah madzhab yang  mungkin masih asing ditelinga kita.
            Akhirnya, besar harapan kami agar karya ilmiyah ini bisa memberikan wawasan baru bagi kami dan bagi pembaca sekalian, semoga Allah meridhoi upaya secara jama’I ini, dan semoga bermanfaat bagi umat islam pada umumnya, di dunia dan akhirat.  Aamin yaa Rabbal ‘Alamiin.



Sragen,Selasa 15 September 2015






Madzhab Hanafi
I.                   SEJARAH MADZHAB HANAFI
Sebelum berbicara jauh tentang sejarah madzhab hanafi, ada baiknya mengetahui terlebih dahulu apa itu madzhab fikih. Secara bahasa madzhab ialah tempat untuk pergi atau jalan. Akan tetapi istilah madzhab fikih pada umumnya adalah cara berfikir atau metode ijtihad untuk menetukan sebuah hukum dari permasalahan fikih. Madzhab bisa juga bermakna kumpulan hukum atau pendapat seorang mujtahid tentang suatu peristiwa yang diambil dari sumbernya.
Madzhab hanafi adalah salah satu madzhab fikih ahli sunnah yang tersebar di dunia islam. Dinamakan dengan madzhab hanafi karena dinisbatkan kepada tokoh sentral yang terkenal, yaitu Imam Abu Hanifah. Madzhabnya dikenal dengan madzhab hanafi. Adapun para ulama’ yang berfaliasi kepada madzhab ini kadangkala disebut dengan hanafiyah, dan kadangkala disebut dengan ahnaf.
Nama lengkap Imam Abu Hanifah adalah Nu’man bin Tsabit bin Zutha, lahir pada tahun 80 H di kota Kuffah dan meninggal tahun 150 H (tahun lahirnya Imam Syafi’i). Ketika beliau lahir umat Islam berada dibawah kekhalifahan Bani Umayyah, tepatnya khalifah Malik bin Marwan, sedang di Irak sendiri yang menjadi walinya adalah al-Hajjaj ats-Tsaqafi.
Di waktu muda beliau juga merasakan keadilan khalifah Umar bin Abdul Aziz, dan hidup beliau terus berlanjut ketika Bani Umayyah jatuh dan digantikan oleh Bani Abbasiyah. Jadi bisa dikatakan bahwa beliau sangat mengetahui tentang polemik, kemajuan dan kemunduran kekhalifahan Bani Umayyah. Sedangkan ketika beliau wafat umat Islam berada dibawah kekhalifahan al-Manshur dari Bani Abbasiyah.
Beliau termasuk kalangan Tabi’in, sebab waktu itu beberapa Sahabat masih hidup, seperti Anas bin Malik r.a di Basrah, Abdullah bin Abi Aufa di Kufah, Abu Thufail Amir bin Wailah di Makkah dan Sahal bin Sa’ad bin Sa’idi di Madinah, namun beliau tidak pernah bertemu dengan seorangpun diantara mereka. Dengan demikian mazhab ini adalah mazhab yang tertua diantara mazhab-mazhab Ahlu Sunnah.

II.                METODE FIKIH ABU HANIFAH
Adapun metodenya dalam Fiqh sebagaimana perkataan beliau sendiri: “Saya mengambil dari Kitabullah jika ada, jika tidak saya temukan saya mengambil dari Sunnah dan Atsar dari Rasulullah SAW yang shahih dan saya yakini kebenarannya, jika tidak saya temukan di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW, saya cari perkataan sahabat, saya ambil yang saya butuhkan dan saya tinggalkan yang tidak saya butuhkan, kemudaian saya tidak akan mencari yang di luar perkataan mereka, jika permasalahan berujung pada Ibrahim, Sya’bi, al-Hasan, Ibnu Sirin dan Sa’id bin Musayyib (karena beliau menganggap mereka adalah mujtahid) maka saya akan berijtihad sebagaimana mereka berijtihad”.
Metode yang dipakainya itu jika kita rincikan maka ada sekitar 7 Ushul Istinbath yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah: al-Qur’an; Sunnah, Ijma’, Perkataan Shahabat, Qiyas, Istihsan dan ‘Urf (Adat).
Madzhab Hanafi merupakan yang sangat unggul dalam penggunaan qiyas dan istihsan. Sehingga banyak pendapat tentang permasalahan fikih yang keluar darinya.
III.             KARYA-KARYA IMAM ABU HANIFAH
Secara umum kitab-kitab fikih yang ditulis ulama’-ulama’ hanafi merupakan sumber utama fikih Madzhab Hanafi. Diantaranya ialah;
1.      Al-jami’ Al- Kabir
2.      Al-jami’ Ash-Shoghir
3.      An-Nawazil
4.      Majmu’ an-Nawazil wal Hawadits wal Waqi’at
5.      As-siyar al-kabir.

IV.             WILAYAH-WILAYAH PERKEMBANGAN MADZHAB
Perkembangan berbagai mazhab, selain didukung oleh fuqaha serta para pengikut mereka, juga mendapat pengaruh dan dukungan dari kekuasaan politik. Ada yang masih berkembang dan ada pula yang punah. Sebaran mazhab yang masih berkembang dapat dilihat dari beberapa Negara, berikut Mazhab Hanafi berkembang di Kufah, Irak, Khurasan, Turki, Afganistan, Asia Tengah, Pakistan, India, Irak, Brazil, Amerika Latin, dan Mesir.

Madzhab Maliki
I.                      SEJARAH MADZHAB MALIKI
Madzhab ini dinisbahkan kepada Malik bin Anas bin Malik bin abi Amir bin Amr bin Al-Harits bin Ghaiman bin Kutsail bin Amr bin Al-Harits Al-Ashbahi Al-Humairi.Malik adalah sahabat Utsman bin Ubaidillah At-Taimi,saudara dari Tolhah bin Ubaidillah. , lahir di Madinah th. 713 M. dan wafat th. 795 M. bergelar imamu ahli hadist, atau imamu daril hijrah. Beliau selama hidupnya tidak pernah meninggalkan kota Madinah kecuali untuk menunaikan ibadah hajji, karena kecintaan beliau kepada madinaturrasul tersebut.
Imam Malik bin Anas kemudiannya mengambil alih peranan sebagai tokoh agama di Masjid Nabawi, Madinah. Ajarannya menarik sejumlah orang ramai daripada pelbagai daerah dunia Islam. Beliau juga bertindak sebagai Mufti Kota Madinah pada ketika itu. Imam Malik juga ialah antara tokoh yang terawal dalam mengumpul dan membukukan hadith-hadith Rasulullah s.a.w di dalam kitabnya al-Muwattha’.
II.                METODE FIKIH IMAM MALIKI
Dalam menetapkan hukum Islam Madzhab Maliki berpegang kepada:
1. Al-Quran.
2. Sunnah.
3. Amal Ahl Madinah.
4. Fatwa Sahabat.
5. Khobar Ahad dan Qiyas.
6. Al-Istihsan.
7. Al-Mashlahah al-Mursalah. diturunkan.
8. Sad uz Zari’ah.
9. Istishhab.
III.             KARYA-KARYA IMAM MALIKI
Beberapa karya-karya Imam Malik adalah kitab al-Muwatha’ (144 H) atas anjuran khalifah Ja’far al-Manshur. Kitab al-Muwatha’ mengandung dua aspek yaitu aspek hadits dan aspek fiqh.
Dan kitab lainnya adalah al-Mudawamah al-Kubra yang merupakan kumpulan risalah yang memuat tidak kurang dari 1.036 masalah dari fatwa Imam Malik. Kitab ini disusun oleh Asad ibn al-Furat al-Naisabury. Beliau adalah salah satu murid dari Imam Malik.
IV.              WILAYAH-WILAYAH PERKEMBANGAN MADZHAB
Awal mulanya tersebar di daerah Medinah, kemudian tersebar sampai saat ini di Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, dan Kuwait. Mazhab Maliki pernah menjadi mazhab resmi di Mekah, Madinah, Irak, Mesir, Aljazair, Tunisia, Andalusia (kini Spanyol), dan Sudan. Kecuali di tiga negara yang disebut terakhir, jumlah pengikut mazhab Maliki kini menyusut. . Hanya Marokko saat ini satu-satunya negara yang secara resmi menganut Mazhab Maliki.

Madzhab Asy-Syafi’I
I.                           SEJARAH MADZHAB ASY-SYAFI’I
Madzhab Asy-Syafi’i merupakan salah satu dari 4 (empat) Madzhab fiqih di golongan Ahlussunnah wal Jama’ah; yaitu Madzhab Al-Maliki, Mazhab Al-Hanafi Madzhab Asy-Syafi’i dan Madzhab Al-Hanbali. Sedangkan yang dimaksud dengan madzhab adalah: kumpulan pendapat, pandangan ilmiah dan pandangan filsafat yang saling berkaitan antara satu dan yang lainnya, yang menjadi satu kesatuan yang terorganisir.
Pemikiran fiqh mazhab ini diawali oleh Imam Syafi'i, yang hidup pada zaman pertentangan antara aliran Ahlul Hadits (cenderung berpegang pada teks hadist) dan Ahlur Ra'yi (cenderung berpegang pada akal pikiran atau ijtihad). Imam Syafi'i belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh Ahlul Hadits, dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh Ahlur Ra'yi yang juga murid Imam Abu Hanifah. Imam Syafi'i kemudian merumuskan aliran atau mazhabnya sendiri, yang dapat dikatakan berada di antara kedua kelompok tersebut. Imam Syafi'i menolak Istihsan dari Imam Abu Hanifah maupun Mashalih Mursalah dari Imam Malik. Namun Mazhab Syafi'i menerima penggunaan qiyas secara lebih luas ketimbang Imam Malik. Meskipun berbeda dari kedua aliran utama tersebut, keunggulan Imam Syafi'i sebagai ulama fiqh, ushul fiqh, dan hadits pada zamannya membuat mazhabnya memperoleh banyak pengikut; dan kealimannya diakui oleh berbagai ulama yang hidup sezaman dengannya.
II.                METODE FIKIH IMAM ASY-SYAFI’I
Imam Asy-Syafi’i mengurutkan sumber ijtihad atau dalil-dalil hukum ke dalam lima peringkat:
  • Al-Quran dan As-Sunnah. Keduanya menempati peringkat yang sama, karena As-Sunnah adalah penjelasan bagi Al-Quran dan sekaligus menjadi perinci (mufashshil) bagi ayat-ayat Al_Quran yang lebih bersifat umum (mujmal). Hadits yang sejajar dengan Al-Quran adalah hadits yang shahih. Adapun sunnah yang memiliki derajat ahad, tidak dapat menyamai kekuatan Al-Quran dari kualitasnya sebagai nash yang mutawatir, karena hadits ahad memang tidak mutawatir. Sebuah hadits juga tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran;
  • Ijma’ Ulama terhadap hukum-hukum yang tidak terdapat penjelasannya di dalam Al-Quran atau hadits. Yang dimaksud dengan ijma’ disini adalah ijma’ para ahli fiqih yang menguasai ilmu khusus (fiqih) dan sekaligus menguasai beberapa ilmu umum. Jumhur ulama memberikan pengertian bahwa ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat Muhammad setelah wafatnya sang nabi pada masa tertentu terhadap sebuah hukum syariat;
  • Pendapat para Shahabat Nabi dengan syarat tidak ada yang menentang pendapat tersebut, dan juga tidak melanggar ucapan Shahabat lain;
  • Pendapat para Shahabat yang paling mendekati ketetapan Al-Quran, Hadits atau qiyas (analogi) ketika terjadi perbedaan pendapat di antara mereka;
  • Qiyas terhadap sebuah perkara yang berketatapan hukum dalam Al-Quran, Hadits atau Ijma’ (konsensus). Qiyas adalah menganalogikan sesuatu yang tidak terdapat dalam nash untuk menghasilkan hukum syariat dengan sesuatu yang hukumnya sudah terdapat dalam nash disebabkan adanya persamaan antara kedua hal tersebut dari segi ilat (sebab) hukum.
Imam Asy-Syafi’i menolak penggunaan istihsan, maslahah mursalah, sad adz-dzara’idan syariat kaum-kaum terdahulu untuk dijadikan rujukan dalam pengambilan keputusan hukum syariat Islam.
III.        KARYA-KARYA IMAM ASY-SYAFI’I
Karya Imam Asy-Syafi’i terbagi menjadi dua yaitu;
a.       Karya yang hilang ditelan zaman
·         Al-Hujjah tentang Fiqih
·         Ar-Risalah (edisi Iraq/edisi lama) tentang ushul Fiqih
·          Al-Mabsuth tentang Fiqih
·         As-Sunan dengan riwayat Harmalah At-Tujibi tentang hadits.
b.      Karya yang masih bisa dibaca sampai sekarang.
·         Al-Um tentang Fiqih
·         Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibn Abi Laila tentang Fiqih
·         Ikhtilaf Ali wa Abdillah Ibn Mas’ud tentang Fiqih
·         Ikhtilaf Malik wa Asy-Syafi’i tentang Fiqih
·         Ar-Risalah (edisi Mesir/edisi baru) tentang Ushul Fiqih
Sebagai penganut madzhab Syafi’i di Indonesia, sudah sepantasnya kita mengetahui apa saja kitab-kitab penting karya Imam Syafi’i dan kitab-kitab buah karya ulama Syafi’iyah. Karena dalam mempelajari fikih, cara terbaik adalah dengan menguasai fikih madzhab di negeri masing-masing.
IV.       WILAYAH-WILAYAH PERKEMBANGAN MADZHAB
Mazhab ini kebanyakan dianut para penduduk Mesir bawah, Arab Saudi bagian barat, Suriah, Indonesia, Malaysia, Brunei, pantai Koromandel, Malabar, Hadramaut, dan Bahrain.

Madzhab Hanbali
I.                   SEJARAH MADZHAB HANBALI
Beliau, sebagaimana yang dikatakan oleh Adz-Dzahabi, adalah pemimpin umat islam pada masanya,al-hafidz, al-hujjah Abu Abdulloh Ahmad bin Hilal bin Hanbal bin Asad Adz-Dzuhli Asy-Syaibani. Beliau lahir di Baghdad pada tahun 164 H. Disitulah beliau tumbuh, meski beliau telah melakukan berbagai perjalanan ke kota dan ke negeri pusat ilmu pengetahuan, seperti kuffah, bashroh, makkah, madinah, yaman, syam, dan jazirah, kemudian beliau wafat pada bulan robi’ul awwal pada tahun 241 H. 
Imam Ahmad belajar fikih kepada Imam As-Syafi’I semasa ia berada di Baghdad. Akhirnya, Imam ahmad menjadi seorang mujtahid mustaqil. Jumlah gurunya melebihi 100 orang. Dia berusaha mengumpulkan As-Sunnah dan menghafalnya, hingga ia terkenal sebagai Imam Al-Muhadditsun pada zamannya. Ini juga verkat kemurahan gurunya, Husyaim bin Basyir bin Abu Khazim Al-Bukhori Al-Ashl (104-183 H).
Imam Ahmad telah menerima banyak cobaan dan ujian. Dia telah dipukul dan dikurung karena fitnah mengenai pendapat bahwa Al-Qur’an adalah makhluk pada zaman Al-Ma’mun, al-Mu’tashim, Al-Watsiq.

II.                METODE FIKIH MADZHAB HANBALI
Dasar madzhab Imam Ahmad dalam ijtihad hampir sama dengan prinsip Imam Syafi’I. ini karena ia di didik oleh Imam Syafi’i. Dia meneriama Al-Qu’an, As-Sunnah,fatwa sahabat, ijma’, qiyas, istishab, mashalih mursalah, dan dzarai’.
Imam Ahmad tidak mengarang fikih, sehingga sahabatnya mengumpulkan pendapat madzhabnya berdasarkan perkataan, perbuatan, jawaban-jawaban Imam Ahmad dan sebagainya.  

III.             KARYA-KARYA IMAM AHMAD BIN  HANBAL
1.      Kitab Al-Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits.
2.      Kitab at-Tafsir, namun Adz-Zahabi mengatakan, “Kitab ini telah hilang”.
3.      Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh
4.      Kitab at-Tarikh
5.      Kitab Hadits Syu'bah
6.      Kitab al-Muqaddam wa al-Mu'akkhar fi al-Qur`an
7.      Kitab Jawabah al-Qur`an
8.      Kitab al-Manasik al-Kabir
9.      Kitab al-Manasik as-Saghir

IV.             WILAYAH-WILAYAH PERKEMBANGAN MADZHAB
Perkembangan  Mazhab Hanbali meliputi  daerah Arab Saudi, , Baghdad, Syam, Irak, Hijaz dan beberapa negara negeri di bagian Afrika.

Madzhab Zaidiyah
I.                   SEJARAH MADZHAB ZAIDIYAH

Zaid bin Ali Zainal Abidin Ibnul Husain, dia adalah Imam golongan syi’ah Zaidiyah yang dianggap sebagai madzhab ke-5 selain madzhab yang ke-4.
Golongan Zaidiyah ialah mereka yang menjadikan Imam Zaid (anak Ali Zainal Abidin) sebagai Imam dan pencetus Madzhab ini. Imam Zaid telah menerima baia’ah di kuffah pada masa pemerintahanHisyam bin Abdul Malik.
Imam Zaid mengutamakan Ali bin Abi Thalib dari pada sahabat Rosululloh SAW yang lain. Dia berpendapat Imam yang zalim tidak boleh dita’ati. Walaupun dia mengutamakan Sayyidina Ali, tetapi dia juga menerima pelentikan Abu Bakar dan Umar, dan menolak kritikan terhadap mereka yang dilakukan oleh pengikutnya yang telah membai’atnya. Sebab itulah, pengikutnya pecah dan ada yang memisahkan diri.
                                                 
II.                METODE FIKIH MADZHAB ZAIDIYAH

Dalam aqidah, mereka adalah golongan syia’ah yang paling dekat dengan ahli sunnah. Dalam aqidah,mereka mengikuti faham mu’tazilah. Dalam mengeluarkan hukum, mereka bersandar kepada Al-Qur’an, hadits, ijtihad dengan menggunakan pikiran, qiyas, istihsan, masholih mursalah, dan istishhab.
Golongan Zaidiyah dinisbahkan kepada Zaid, karena dia adalah Imam mereka. Berbeda dengan golongan Hanafi dan Syafi’I umpamanya, sekiranya pengikut madzhab Zaidiyah tidak menemukan hokum pada cabang persoalan fikih dalam madzhab mereka, maka ,mereka akan berpegang kepada pendapat Imam mereka.
III.             KARYA-KARYA MADZHAB ZAIDIYAH
Dalam menyebarluaskan dan mengembangkan Mazhab Zaidiyah, Imam al-Hadi menulis beberapa kitab fiqh. di antaranya Kitab al-Jami’ fi al-Fiqh, ar-Risalah fi al-Qiyas, dan al-Ahkam fi al-Halal wa al-Haram. Setelah itu terdapat imam Ahmad bin Yahya bin Murtada (w. 840 H.) yang menyusun buku al-Bahr az-Zakhkhar al-Jami’ li Mazahib ’Ulama’ al-Amsar.

Madzhab Imamiyah
I.                   SEJARAH MADZHAB IMAMAIYAH
Ia merupakan kelompok syi’ah terbesar. Terkadang penyebutan nama syi’ah tapi yang dimaksud adalah Imamiyah secara khusus. Basis sekte ini paling banyak di Iran kemudian di Iraq. Madzhab fikih mereka lebih dekat kepada Madzhab syafi’I, meski mereka berbeda dengan keempat Madzhab ahlus sunnah dalam beberapa persoalan.
Pendiri fikih kelompok Imamiyah di Iran adalah Abu Ja’far Muhammad bin Al-hasan Ash-Shafar Al-A’roj Al-Kummi, wafat tahun 290 H.
II.                METODE FIKIH MADZHAB IMAMIYAH
Mereka seperti sekte Zaidiyah, dalam fikih mereka tidak merujuk setelah Al-Qur’an melainkan kepada hadits-hadits yang diriwayatkan oleh imam dan tokoh mereka. Mereka juga berpendapat bahwa pintu ijtuhad selalu terbuka bagi orang yang mampu dan tidak akan tertutup selamanya. Mereka menolak qiyas selagi mereka memiliki imam yang mempunyai ilmu hokum syari’at melalui jalur wasiat.
Mereka juga berpendapat bahwa peristiwa atau kejadian, meski sedikit bahayanya pasti Allah memiliki hokum tertentu, baik dalam masalah ibadah atau muamalah. Hokum ini diketahui Rosululloh SAW. Melalui wahyu dan ilham dari Allah. Sebagiannya di jelaskan oleh beliau sewaktu hidupnya sesuai kebutuhan dan kebijaksanaan dalam menjelaskannya, selebihnya dititipkan pemangku wasiatnya supaya masing-masing mereka menjelaskan pada zamannya sesuai kebutuhan juga kebijaksanaan dalam menjelaskannya.
III.             KARYA-KARYA MADZHAB IMAMIYAH
Diantara buku-buku madzhab Imamiyah adalah :
1.      Al-Halal wa Al-haram
2.      Fiqh Ar-Ridha
3.      Basyair ad-darajat fi Ulum Alu Muhammad wa maa Khossahumulloh bihi
4.      Al-Kafii fi ‘Ilmi Ad-diin.
IV.             WILAYAH-WILAYAH PERKEMBANGAN MADZHAB
Syiah Imamiyah sekarang banyak dianut oleh masyarakat Iran dan Irak. Mazhab ini merupakan mazhab resmi pemerintah Republik Islam Iran sekarang

 Madzhab Ibadiyah
I.                   SEJARAH MADZHAB IBADIYAH
Kelompok ini salah satu kelompok dari kelompok Khawarij yang terkenal. Walaupun mereka merupakan sempalan dari Khawarij, mereka menolak dikaitkan dengan Khawarij. Mereka mengatakan, “Kami adalah Ibadhiyah, sama seperti Syafi’iyah,Malikiyah dan Hanafiyah. Kami menanamkan diri demikian karena kami menolak paham Quroisyiyah, yaitu paham yang mengharuskan kepemimpinan berasal dari keturunan suku Quroisy”.
Pendirinya ialah Abdulloh bin Ibadh Al-Maqa’isi (meninggal 80 H).Kata Ibadhiyah dinisbatkan kepada Ibadh, sebuah kampong yang terletak didekat yamamah.
Salah seorang tokohnya yang paling menonjol ialah Jabir Bin Zaid (21-96 H). Dia dipandang sebagai pengumpul dan penulis hadits. Ia menimba ilmu dari Abdulloh Bin Abbas, Aisyah, Anas bin Malik, Abdulloh bin Umar dan sahabat-sahabat besar lainnya.
Abu Ubaidah Maslamah bin Abu Karimah, salah seorang murid Jabir bin Zaid yang termasyhur merupakan marja’ kedua Ibadhiyah setelah Jabir bin Zaid. Ia terkenal dengan sebutan Al-Qaffa.
Pengikut Ibadhiyah menyerukan penyucian (tanzih) Allah secara muthlaq. Sesuatu yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-hadits yang dipandang tasybih (bias), harus dita’wilkan (dimaknai) dengan pengertian tertentu sehingga tidak member kesan tasybih (bias). Mereka tetapkan Asma’ Allah dan Sifat-Nya seperti yang  telah Allah tetapkan untuk dirinya.sehubungan dengan kalimat Allah bersemayam di Arsy, mereka berkeyakinan harus dita’wilkan dalam bentuk majazi. “Tangan Allah” dita’wilkan dengan kekuatan dan nikmat.

II.                METODE FIKIH IBADHIYAH
Orang-orang Ibadhiyah berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, ra’yu, terutama ijma’, qiyas dan istidlal.
Pada umumnya mereka terpengaruh madzhab Zhahiri yang dalam memahami teks (nash) agama dilakukan secara tekstual dan ditafsirkan secara lahiriyah.
Selain itu mereka juga terpengaruh mu’tazilah seperti pendapat mereka bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
III.             KARYA-KARYA MADZHAB  IBADHIYAH
Diantara kitab-kitab mereka dalam aqidah ialah “Masyariq Al-Anwar”, dalam ushul fikih kitab “Thal’atu As-Syams”, dalam bidang fikih “Syarh An-Nayl wa Syifa’ Al-Lail”, kemudian “Manhaj Ath-Tholibin”, “Al-Mushonnaf” dan masih banyak lagi.

IV.             WILAYAH-WILAYAH PERKEMBANGAN MADZHAB
Ibadhiyah pernah bertahan di sebelah selatan jazirah Arabia sampai ke  Makkah dan Madinah. Sedangkan di Afrika Utara mereka pernah memiliki sebuah Negara yang disebut Negara Rustam dengan ibu kota Tahart.
Mereka telah mendirikan Negara merdeka di sebelah utara Afrika selama 130 tahun. Kekuasaannya  berakhir setelah dihancurkan penguasa Fathimiyah.
Di Amman pernah berdiri pula sebuah Negara Ibadhiyah merdeka. Kemudian kaum Ibadhiyah disana di pimpin imam-imam mereka sampai hari ini.
Jabal Nufusah, Libia adalah salah satu kota Ibadhiyah yang paling bersejarah. Sebab kota ini pernah dijadikan tempat pembuangan mereka. Dari sanalah mereka lalu menyebarkan madzhab Ibadhiyah dan mengatur kelompoknya.
Orang-orang Ibadhiyah kini tersebar di Amman, Hadhramaut, Yaman, Tunisia, Al-Jazair dan daerah-daerah oasis Sahara Barat.

Madzhab Adz-Dzohiri
I.                   SEJARAH MADZHAB DHOHIRI
Abu Sulaiman Daud bin Ali Al-Asfahani Az-Zahiri, dilahirkan di Kuffah pada tahun 202 H dan meninggal di Baghdad pada tahun 270 H. Dia adalah pencetus Madzhab Adz-Dzohiri.
Dia merupakan pimpinan golongan ahli Dzohir. Dia meletakkan asas Madzhab ini, dan kemudian dikembangkan oleh Abu Muhammad Ali bin sa’id bin Hazm Al-Andalusi (384-406 H).
Imam Daud adalah diantara huffadz hadits (golongan yang sampai kepada martabat al-hafidz dalam hadits), ahli fikih yang mujatahid dan mempunyai Madzhab yang tersendiri setelah ia mengikuti Madzhab Syafi’I di Baghdad.
II.                METODE FIKIH MADZHAB DHOHIRI
Asas Madzhab Dzohiri ialah beramal dengan dzohir al-Qur’an dan As-Sunnah selama tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa yang dikehendaki darinya ialah bukan makna yang dzohir. Jika tidak ada nash, maka berpindah kepada ijma’ dengan syarat hendaklah ia merupakan ijma’ seluruh ulama’. Mereka juga menerima ijma’ sahabat jika tidak di dapati nash atau ijma’, mereka menggunakan istishhab yaitu Al-Ibahah Al-Hasiliyah (kemubahan yang natural atau asal.)
            Qiyas, ra’yu dan istihsan, dzaroi’ dan mencari ‘illat nash-nash hukum dengan menggunakan ijtihad adalah ditolak. Cara-cara itu tidak dianggap dalil dalam hokum, sebagaimana mereka juga menolak taqlid.
III.             KARYA-KARYA MADZHAB DHOHIRI
Untuk membangun mazhabnya, Daud az-Zahiri menulis beberapa karya, antara lain:
1.      Kitab al-hujjah, adalah bukut tentang argumentasi.
2.      kitab al-Khabar al-Mujib li al-Ilmi, yakni kajian tentang informasi keilmua.
3.      kitab al-Khusus wa al-Umum, buku tentang penjelasan lafal umum dan khusus.
4.      kitab al-Mufassar wa al-Mujmal, mengenai lafal yang jelas dan tidak jelas pengertiannya.
5.      kitab al-Ifta al-Qiyas, yakni masalah penolakan atas qias.
6.      Ifta al-Taqlid, buku yang berisi mengenai larangan bertaklid.
7.      Khabar al-Wahid, buku tentang hadis Ahad

IV.             WILAYAH-WILAYAH PERKEMBANGAN MADZHAB
Madzhab ini telah tersebar luas di Andalus pada abad ke-5 H, ia mulai merosot dan akhirnya pupus pada kurun ke-8 H.
Saat ini, mazhab ini masih diikuti oleh komunitas-komunitas kecil di Maroko dan Pakistan.





PENUTUPAN
Alhamdulillah, segala puji bagi Alloh atas karunianya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas penulisan maqalah ini.Tulisan sederhana ini berupaya mengungkap tentang sejarah madzahib, siapa pendirinya, dasar-dasar isthinbath mereka, karya-karya mereka serta wilayah penyebaran masing-masing madzhab.Setelah kami paparkan diatas kami dapat  menarik kesimpulan sebagai berikut:
*      Dari segi landasan istinbath:
-          Abu Hanifah merupakan ahlu ra’yi, maka dalil yang madzhab tersebut unggulkan adalah istihsan.
-          Imam Malik menerima amal ahli Madinah karenaImam Malik belajar serta tumbuh besar disana sehingga beliau tahu pasti perbuatan Ahlu Madinah.
-          Madzhab Syafi’iyah mengunggulkan qiyas dan menolak istihsan dalam mengambil istinbath hukum. Beliau mengatakan, “Barangsipa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat”.
-          Madzhab Hanbali
Imam Ahmad menerima hadits mursal dan hadits dhoif karena beliau berpendapat bahwa bagaimanapun mengambil hadits lebih baik daripada mengambil pendapat manusia.
-          Madzhab ini menafsirkan nash secara zhahir, serta menolak qiyas sebagai ijtihad. Menurut Imam Zhahiri, Syari’at Islam tidak boleh diintervensi oleh akal.
-          Madzhab Syi’ah senantiasa berkiblat pada imam mereka jika tak menemukan jawaban dari persoalan dalam Al-Qur’an dan hadits yang dianggap shahih menurut mereka.
-          Madzhab Ibadhiyah menerima hadits ahad dan khobar mursal, serta menggunakan qiyas sebagai ijtihad.
*      Perkembangannya
Diantara sekian madzhab, Syafi’I adalah yang paling luas kawasan penyebarannya.
Adapun madzhab Zhahiri, hanya bisa bertahan selama lima abad, karena madzhab ini pupus pada abad ke-8 hijriyah. Sedang syi’ah, semakin banyak penyelewengan-penyelewengan yang muncul seiring berjalannya zaman.
Akhirnya, kami memohon pada Alloh agar dimudahkan jalan dalam memahami fiqh Islam. Semoga makalah yang sederhana ini dapat memberikan sumbangan yang berharga lagi bermanfaat untuk mahasantri Hidayaturrahman khususnya serta umat Islam seluruhnya. Wama taufiqy illa billah, ‘alaihi tawakkaltu wailaihi unib… Wallohu muwaffiq
 



D. DAFTAR PUSTAKA


Al-Qothon, Mana’ Kholil.Tasyri’ wal Fiqh fil Islam.Muassasah Ar-Risalah
Az-Zuhaili, Prof Dr. Wahbah.2013.Fiqih Islam wa Adillatuhu.Jakarta : Gema Insani
Farid, Ahmad.2008.Min A’lam As-salaf (diterjemahkan oleh Masturi Irham dan Asmu’I Taman).Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Tim Ulin Nuha Ma’had Aly An-Nuur.2011.Dirasatul Firaq.Solo:  Arafah
Musa, Dr.Muhamad Yusuf.2014.Pengantar Study Fiqih Islam,Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Majalah Islam Hujjah,edisi 09. Solo: Ma’had Aly Annur


















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Review Skripsi

REVIEW SKRIPSI BAB I “ HUKUM MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL KAJIAN HADITS MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL” Oleh Ihda Al-Husnayain Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Metodologi Penelitian” Diampu oleh: Ust. Junaidi Manik, M.PI Oleh: Uswatun Hasanah PROGRAM AD-DIROSAH AL-ISLAMIYAH AL-MA’HAD AL-‘ALY HIDAYATURRAHMAN SRAGEN 143 9 H/ 201 7 M A.     Judul Skripsi. HUKUM MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL KAJIAN HADITS MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL (Studi Analisis) disusun oleh: Ihda Al-Husnayain. Judul skripsi merupakan hal sangat penting, karena judul akan menggambarkan pembahasa yang akan dikaji oleh penulis, selain itu judul skripsi harus sesuai dengan pembahasan yang ditulis oleh penulis. Judul skripsi pun harus singkat, jelas serta menarik. Adapun judul skripsi di atas menurut reviewer sudah baik dan sesuai dengan metodologi penulisan skripsi yang benar. B

PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN

       PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN Makalah guna memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Ushul Tafsir Oleh : Uswatun Hasanah Dosen Pengampu: Siti Badriyah                                                                                        JURUSAN DIRASA T AL ISLAMIYYAH AL MA’HAD AL ALY HIDAYATURRAHMAN     SRAGEN    2015-2016 PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN             Setelah masa khulafaur rosyidin berakhir, kepemerintahan dipimpin oleh generasi setelahnya yaitu generasi tabi’in, seiring bergantinya generasi perkembangan ilmu pun ikut berkembang begitu juga ilmu tafsir,penafsiran dari masa ke masa telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dikarenakan penafsiran pada masa sahabat diterima baik oleh para ulama dari kaum Tabi’in di berbagai daerah kawasan Islam. Dan pada akhirnya mulai muncul kelompok-kelompok ahli tafsir di Makkah, Madinah, dan di daerah lainnya

Segala Hal yang Keluar dari Dua Jalan (Qubul dan Dubur)

Oleh : Wafdah Amnatul Jannah, dkk. Sebelum mengkaji tentang sesuatu yang keluar dari sabilain [1] lebih jauh, maka ada baiknya jika membahas tentang pengertian najis terlebih dahulu. Karena segala sesuatu yang keluar dari sabilain termasuk najis. Najis secara bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan secara syar’i , najis adalah segala sesuatu yang haram untuk dikonsumsi secara mutlak walaupun   memungkinkan, yang hal tersebut bukan karena haram, kotor, atau berbahaya bagi badan dan akal. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa, segala sesuatu yang keluar dari dalam tubuh hewan [2] terbagi menjadi dua : 1.        Sesuatu yang tidak menyatu dan tidak mengalami perubahan di dalam tubuh, seperti : ludah, keringat, air mata, air liur [3] dan sejenisnya. Maka, hukumnya sesuai dengan hukum hewan tersebut. Jika berasal dari hewan yang najis, berarti hukumnya najis , dan sebaliknya. 2.        Sesuatu yang mengalami perubahan di dalam tubuh, seperti : air kencing,