Langsung ke konten utama

Muslimah, teruslah menuntut ilmu...

Umar berkata, “Belajarlah sebelum kalian terhormat.” Para sahabat tidak segan-segan belajar saat usia mereka sudah senja.
Jabatan dan kedudukan kadang bisa membuat seseorang enggan untuk belajar. Karena orang yang memiliki kedudukan mulia seringkali dihalangi oleh sifat sombong dan angkuh untuk duduk bersama pelajar. Oleh karena itu, Imam Malik berkata mengenai aib para hakim, “Ketika seorang hakim turun jabatan, dia tidak mau lagi ke tempat dimana ia menimba ilmu.” Imam Syafi’i menegaskan, “Jika sudah terlanjur uzur, dia akan kehilangan banyak ilmu.” Abu Ubaid menegaskan, “Artinya, belajarlah ketika kalian masih kecil, sebelum menjadi seorang terhormat. Sebab, kesombongan akan menghalangi kalian untuk belajar dari orang yang lebih rendah yang akan menyebabkan kalian tetap bodoh.”
Ukhti, oleh karena itu seorang muslimah hendaknya memanfaatkan waktu kecil di masa kecil dan remajanya untuk menuntut ilmu, sebeum dia menduduki jabatan tinggi yang mungkin akan membuatnya enggan untuk menuntut ilmu dan duduk di hadapan para pengajar wanita.
Salah satu syarat dan etika untuk meraih kesuksesan dalam menuntut ilmu adalah tidak sombong pada ilmu dan guru, dan tidak meremehkan guru. Bersikaplah tunduk dan patuh serta menyimak nasihat guru dengan serius seperti orang sakit yang mendengarkan nasihat dokter dengan sungguh-sungguh. Seorang wanita harus bersikap rendah hati kepada gurunya, mencari pahala serta kemuliaan mengabdikan diri kepada gurunya.
Asy-Sya’bi menceritakan bahwa suatu ketika, Zaid bin Tsabit mendirikan shalat jenazah atas seorang mayit. Setelah selesai, keledainya menghampiri untuk dikendarai. Mendadak Ibnu Abbas datang dan segera menuntun menyiapkan kendaraan itu untuk Zaid. Zaid pun berkata, “Tidak usah wahai sepupu Rasulullah.” Ibnu Abbas berkata, “Beginilah cara kami memperlakukan orang berilmu dan orang terhormat.” Kemudian Zaid bin Tsabit mencium tangan Ibnu Abbas seraya berkata, “Beginilah cara kami memperlakukan keluarga Rasulullah.” Intinya, ilmu hanya bisa diperoleh dengan sikap rendah hati dan tekun menyimak.
Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikannya,” (QS. Qaaf ayat 37).
Sumber: Kiat Menjadi Muslimah Seutuhnya/karya: Adnan Tharsyah/Penerbit: Senayan Publishing

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Review Skripsi

REVIEW SKRIPSI BAB I “ HUKUM MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL KAJIAN HADITS MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL” Oleh Ihda Al-Husnayain Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Metodologi Penelitian” Diampu oleh: Ust. Junaidi Manik, M.PI Oleh: Uswatun Hasanah PROGRAM AD-DIROSAH AL-ISLAMIYAH AL-MA’HAD AL-‘ALY HIDAYATURRAHMAN SRAGEN 143 9 H/ 201 7 M A.     Judul Skripsi. HUKUM MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL KAJIAN HADITS MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL (Studi Analisis) disusun oleh: Ihda Al-Husnayain. Judul skripsi merupakan hal sangat penting, karena judul akan menggambarkan pembahasa yang akan dikaji oleh penulis, selain itu judul skripsi harus sesuai dengan pembahasan yang ditulis oleh penulis. Judul skripsi pun harus singkat, jelas serta menarik. Adapun judul skripsi di atas menurut reviewer sudah baik dan sesuai dengan metodologi penulisan skripsi yang benar. B

PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN

       PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN Makalah guna memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Ushul Tafsir Oleh : Uswatun Hasanah Dosen Pengampu: Siti Badriyah                                                                                        JURUSAN DIRASA T AL ISLAMIYYAH AL MA’HAD AL ALY HIDAYATURRAHMAN     SRAGEN    2015-2016 PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN             Setelah masa khulafaur rosyidin berakhir, kepemerintahan dipimpin oleh generasi setelahnya yaitu generasi tabi’in, seiring bergantinya generasi perkembangan ilmu pun ikut berkembang begitu juga ilmu tafsir,penafsiran dari masa ke masa telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dikarenakan penafsiran pada masa sahabat diterima baik oleh para ulama dari kaum Tabi’in di berbagai daerah kawasan Islam. Dan pada akhirnya mulai muncul kelompok-kelompok ahli tafsir di Makkah, Madinah, dan di daerah lainnya

Segala Hal yang Keluar dari Dua Jalan (Qubul dan Dubur)

Oleh : Wafdah Amnatul Jannah, dkk. Sebelum mengkaji tentang sesuatu yang keluar dari sabilain [1] lebih jauh, maka ada baiknya jika membahas tentang pengertian najis terlebih dahulu. Karena segala sesuatu yang keluar dari sabilain termasuk najis. Najis secara bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan secara syar’i , najis adalah segala sesuatu yang haram untuk dikonsumsi secara mutlak walaupun   memungkinkan, yang hal tersebut bukan karena haram, kotor, atau berbahaya bagi badan dan akal. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa, segala sesuatu yang keluar dari dalam tubuh hewan [2] terbagi menjadi dua : 1.        Sesuatu yang tidak menyatu dan tidak mengalami perubahan di dalam tubuh, seperti : ludah, keringat, air mata, air liur [3] dan sejenisnya. Maka, hukumnya sesuai dengan hukum hewan tersebut. Jika berasal dari hewan yang najis, berarti hukumnya najis , dan sebaliknya. 2.        Sesuatu yang mengalami perubahan di dalam tubuh, seperti : air kencing,