Langsung ke konten utama

Gharaiq dan Kisah Kepalsuannya.




Islam mulai menyebar di kota Makkah, para pemuka Quraisy dan orang musyrikin lainnya banyak yang terusik khawatir jika suatu saat tidak ada lagi manusia yang menyembah Latta, Uzza dan Manath Tuhan-tuhan peninggalan nenek moyang mereka. Alhasil banyak orang-orang Quraisy yang mengintimidasi orang-orang yang berislam kepada Muhammad dari kalangan kecil dan hamba sahaya.
Penyiksaan yang di bawahi kaum musyrikin semakin hari semakin menjadi, hingga akhirnya Allah perintahkan Rasulullah SAW untuk berhijrah ke Habasyah. Tak lama usai hijrahnya kaum muslimin ke Habasyah, tersiar kabar bahwa kaum musyrikin Quraisy telah tunduk keada seruan Nabi SAW dan telah memeluk Islam. Bahkan dikatakan, bahwa tidak ada seorang pun dari mereka yang tidak mengikuti seruan Nabi SAW.
Mendengar kabar tersebut banyak kaum muslimin yang berkeinginan untuk kembali ke tanah kelahiran mereka (Makkah), padahal sesungguhnya kabar tersebut adalah kabar dusta yang dibuat oleh kaum musyrikin. Kabar tersebut muncul bermula saat Nabi SAW membaca ayat-ayat Al-Qur’an di masjid, para pemuka Quraisy mendengar bahwa salah satu bacaan Nabi ada yang memuji Tuhan-tuhan mereka (berhala Latta, Uzza dan Manath). Ketika bacaan Nabi selesai, beliau bersujud dan diikuti oleh kaum muslimin yang mendengarnya kala itu, maka mereka (kaum musyrikin) pun ikut bersujud.
Setelah peristiwa itu, kaum musyrikin menyiarkan kabar bahwa Nabi Muhammad telah memuji-muji dan mengharapkan pertolongan kepada berhala-berhala mereka. Kabar itu lambat laun tersiar ke negeri-negeri lain, termasuk negeri Habasyah. Namun sayangnya, isi kabar tersebut makin lama makin jauh dari sumber dan kenyataannya, banyak cerita yang ditambah-tambah sehingga kabar yang diterima kaum muslimin seperti yang tersebut di atas.
Isi Riwayat
Adapun riwayat yang menceritakan peristiwa tersebut ialah sebagai berikut:
Ketika sebagian kaum muslimin telah hijrah ke negeri Habasayh, rintangan-rintangan yang dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy terhadap Nabi SAW dan para engikutnya di Makkah semakin bertambah berat, hingga Nabi memiliki angan-angan alangkah baiknya jika Allah menurunkan kepada beliau wahyu yang isinya menggembiraka kaum musyrikin. Alangkah baiknya jika sekiranya Allah menurunkan wahyu yang isinya tidak menyebabkan mereka menjauhkan diri serta alangkah baiknya jika Allah menurunkan wahyu yang berisi pujian kepada berhala-berhala mereka dan seterusnya.
Nabi SAW berangan-angan demikian dengan maksud agar mereka tidak lagi berpaling dan menjauhkan diri dari seruan beliau dan agar mereka tidak lagi mendustakan seruan beliau serta tidak memusuhi orang-orang yang mengikui beliau. Nabi berdoa mengharapkan hal tersebut, hingga suatu hari dibulan Ramadhan, beliau menerima wahyu QS. An-Najm dari ayat pertama hingga terakhir kecuali ayat 32.
Kemudian surat itu beliau baca di masjid, dihadapan kaum muslimin dan kaum musyrikin. Dan ketika bacaan beliau ampai pada ayat 19 dan 20 yang berbunyi,
فَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى (١٩) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأخْرَى (٢٠)
“Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al-Laata dan al-Uzza, dan Manah yang ketiga (terakhir) lagi hina (sebagai anak perempuan Allah)?” (QS. An-Najm: 19-20)
Sesudah Nabi membaca ayat tersebut beliau terlanjur membaca perkataan yang datangnya dari Allah, melainkan perkataan beliau sendiri yang timbul dari angan-angan beliau sendiri yang sudah beberapa hari tertanam dalam perasaan dan pikiran beliau yang berbunyi,
تِلْكَ الغَرَانِيْقُ العُلَى وَ إِنَّ شَفَاعَتُهُنَّ لَتُرْتَجَى
“Itulah burung-burung air yang tinggi dan sesungguhnya syafaat mereka itu sangat ditetapkan.”
Kaum musyrikin sangat bersuka cita mendengar Nabi Muhammad memuji-muji dan mengharapkan syafaat dari berhala-berhala atau Tuhan-tuhan mereka. Usai mengucapkan perkataan tersebut Nabi pun bersujud yang diikuti oleh kaum muslimin juga musyrikin yang mendengar perkataan beliau. Setelah bersujud kaum musyrikin pergi meningalkan Rasulullah menuju kaumnya dan berkata, “Sungguh sekarang Muhammad telah Tuhan-tuhan kita dengan sebaik-baik sebutan, mau memuji juga mengharapkan syafaat dari Tuhan-tuhan kita.”

Seketika malaikat Jibril datang kepada Nabi seraya berkata, “Apa yang telah engkau perbuat wahai Muhammad?”
Nabi SAW menjawab, “Aku bacakan kepada orang-orang apa yang tidak engkau bawa dari Allah.”
Malaikat Jibril berkata, “Bacakanlah kepadaku apa yang telah disampaikan kepadamu.”
Kemudian Nabi membaca dihadapan Jibril QS. An-Najm dari ayat pertama sama ayat 20, sesudah itu beliau membaca, “Tilkal gharaaniiqul-‘ulya, wa syafaa’atuhunna laturtaja.”
Setelah Jibril mendengar perkataan Nabi Muhammad ia, “Aku tidak menyampaikan ini wahai Muhammad, ini datang dari setan.” Nabi pun menyesal dan takut kepada Allah karena kesalahan yang diperbuatnya, oleh karenanya Allah menurunkan QS. Al-Hajj: 52-55. 
            Pendapat Para Ulama
            Berhubungan dengan riwayat di atas, para ulama ahli tafsir dan ahli hadits banyak yang menolak dan memberikan bantahan terhadap riwayat tersebut. Diantaranya:
1.      Imam Al-Qadhi Iyadh, seorang alim ahli hadits da ahli tarikh berkata, “Hadits yang meriwayatkan cerita-cerita di atas tidaklah dikeluarkan (diriwayatkan) oleh seoarng pun dari ulama hadits yang muktabar dan tidak pula seorang pun yang meriwayatkannya dengan jalan isnad yang sampai kepada Nabi SAW dengan selamat, tidak ada cacat (celaan sedikitpun). Tetapi, riwayat itu diceritakan oleh kebanyakan orang ahli dongeng,cerita kosong dan ahli-ahli tafsir yang gemar cerita yang aneh-aneh, juga tidak diperiksa mana yang benar dan mana yang salah.”
2.      Imam Ar-Razi, seorang alim besar ahli tafsir dan ahli filsafat yang terkenal berkata, “Dongeng-dongeng (kisah-kisah) tersebut adalah batal lagi maudhu’ , terlarang bagi seorang muslim menceritakannya jika tidak mengerti riwayatnya.”
3.      Imam An-Nawawi, seorang alim besar ahli hadits dan ahli fikih dalam lingkup kalangan ulama yang bermadzhab Syafi’i berkata, “Cerita yang seringkali diceritakan oleh kebanyakan ulama ahli tafsir yang tidak mengerti riwayat-riwayat hadits, meceritakan bahwa sujudnya kaum muslimin ketika mendengar bacaan Nabi  itu karena tergelincirnya bacaan Nabi, semuanya tidak ada yang sah sedikitpun, baik dari alasan naqli maupun aqli. Karena memuji-muji Tuhan-tuhan selain Allah kufur hukumnya. Padahal, tidak sepatutnya kekufuran itu dinisbatkan kepada pribadi Rasulullah SAW dan tidak akan mungkin setan sampai dapat menggelincirkan perkataan atau bacaan Rasulullah. Sebab, jika memang mungkin begitu tentu wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah tidak akan dapat dipercaya sepenuhnya.”
Riwayat yang Shahih
Menurut riwayat yang shahih, sebagaimana yang tersebut dalam Shahih Bukhori, ketika surat An-Najm dengan lengkap diturunkan kepada Nabi, beliau membacakan surat tersebut dihadapan kaum muslimin dan musyrikin di Makkah dan inilah surat yang pertama kali Rasulullah bacakan secara lengkap dihadapan khalayak, sebagaimana yang pernah dinyatakan oleh sahabat Ibnu Mas’ud R.A.
Setelah bacaan beliau sampai pada akhir surat, beliau lalu bersujud dan bersujudlah orang-orang yang mendengarnya baik dari kaum muslimin maupun musyrikin, kecuali seorang ketua musyrikin Quraisy. Adapun sebab keengganannya bersujud ialah karena akhir dari surat An-Najm berbunyi,
“Maka hendaklah kamu semua bersujud kepada Allah dan hendaklah kamu semua beribadah kepada Allah jua.”
Adapun sujudnya kaum musyrikin bukan disebabkan adanya bacaan Nabi yang memuji-muji Tuhan mereka, juga bukan karena tergelincirnya bacaan Nabi disebabkan oleh angan-angan dan keinginan beliau sendiri atau pun karena beliau terperdaya oleh setan, melainkan karena tajamnya bahasa ayat-ayat yang beliau baca dan hebatnya arti dari ayat-ayat tersebut.
Betapa tidak demikian, karena jika sekiranya sebab mereka mau bersujud karena bacaan beliau memuji-muji baerhala-berhala mereka itu sangatlah tidak mungkin. Sebab ayat-ayat yang berbunyi,
“Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Latta, Uzza dan Manath yang ketiga yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah).”Qs. An-Najm: 19-20
Diikuti dengan ayat-ayat yang berbunyi,
“Apakah (patut) bagi kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan. Yang demikian itu adalah pembagian yang tidak betul. Itu hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu megada-ngadakannya; Allah tiada menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. Mereka hanya mengikuti sangka-sangka dan keinginan nafsu belaka. Dan, sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” Qs. An-Najm: 21-23
Kelanjutan dari dua ayat yang sebelunya ini dengan terang-terangan Allah memperolok-olokkan berhala-berhala atau dewa-dewa yang selalu mereka sembah. Jadi, teranglah dengan tegas bahwa tidak mungkin Nabi SAW sampai memuji-muji berhala mereka. Adapun jika dikatakan mereka mau bersujud mengikuti beliau karena tajam dan tinggi serta halusnya Bahasa ayat-ayat yang dibaca oleh Nabi SAW serta hebatnya arti dari ayat-ayat tersebut yang memang nyata dan wajib diakui.
Kesimpulan
Dari riwayat di atas dapat disimpulkan bahwa riwayat tentang gharaniq yang menyebabkan para musyrik bersujud mengikuti sujudnya Nabi adalah sebagai berikut,
1.      Riwayat tersebut berlawanan dengan sifat-sifat kemaksuman Nabi dan Rasul Allah.
2.      Dalam isnad orang yang meriwayatkannya terdapat perawi yang terkenal pendusta, pembohong, dan pemalsu hadits, ada pula perawi yang terputus tidak langsung berhubungan dengan perawi yang pertama yang meriwayatkan hadits tersebut. Dengan demikian, jelaslah kekacauan dan kebohongannya.
3.      Riwayat tersebut amat berselisih dan bertentangan dengan ayat-ayat yang dipergunakan untuk menguatkan adanya peristiwa yang terkandung dalam riwayat itu sendiri.
Berhubungan dengan itu, dinyatakan bahwa kisah gharaniq yang biasa diriwayatkan oleh kebanyakan ahli tafsir dan ahli Tarikh dalam kitabnya masing-masing adalah riwayat yang dusta, palsu dan sangat tidak boleh dipercaya karena amat membahayakan bagi kepercayaan (iman) umat Islam sendiri kepada Nabi dan kitab sucinya. Wallahu A’lam bish Shawab.



Ref: Munawar Khalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW . 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Review Skripsi

REVIEW SKRIPSI BAB I “ HUKUM MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL KAJIAN HADITS MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL” Oleh Ihda Al-Husnayain Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Metodologi Penelitian” Diampu oleh: Ust. Junaidi Manik, M.PI Oleh: Uswatun Hasanah PROGRAM AD-DIROSAH AL-ISLAMIYAH AL-MA’HAD AL-‘ALY HIDAYATURRAHMAN SRAGEN 143 9 H/ 201 7 M A.     Judul Skripsi. HUKUM MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL KAJIAN HADITS MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL (Studi Analisis) disusun oleh: Ihda Al-Husnayain. Judul skripsi merupakan hal sangat penting, karena judul akan menggambarkan pembahasa yang akan dikaji oleh penulis, selain itu judul skripsi harus sesuai dengan pembahasan yang ditulis oleh penulis. Judul skripsi pun harus singkat, jelas serta menarik. Adapun judul skripsi di atas menurut reviewer sudah baik dan sesuai dengan metodologi penulisan skripsi yang benar. B

PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN

       PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN Makalah guna memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Ushul Tafsir Oleh : Uswatun Hasanah Dosen Pengampu: Siti Badriyah                                                                                        JURUSAN DIRASA T AL ISLAMIYYAH AL MA’HAD AL ALY HIDAYATURRAHMAN     SRAGEN    2015-2016 PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN             Setelah masa khulafaur rosyidin berakhir, kepemerintahan dipimpin oleh generasi setelahnya yaitu generasi tabi’in, seiring bergantinya generasi perkembangan ilmu pun ikut berkembang begitu juga ilmu tafsir,penafsiran dari masa ke masa telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dikarenakan penafsiran pada masa sahabat diterima baik oleh para ulama dari kaum Tabi’in di berbagai daerah kawasan Islam. Dan pada akhirnya mulai muncul kelompok-kelompok ahli tafsir di Makkah, Madinah, dan di daerah lainnya

Segala Hal yang Keluar dari Dua Jalan (Qubul dan Dubur)

Oleh : Wafdah Amnatul Jannah, dkk. Sebelum mengkaji tentang sesuatu yang keluar dari sabilain [1] lebih jauh, maka ada baiknya jika membahas tentang pengertian najis terlebih dahulu. Karena segala sesuatu yang keluar dari sabilain termasuk najis. Najis secara bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan secara syar’i , najis adalah segala sesuatu yang haram untuk dikonsumsi secara mutlak walaupun   memungkinkan, yang hal tersebut bukan karena haram, kotor, atau berbahaya bagi badan dan akal. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa, segala sesuatu yang keluar dari dalam tubuh hewan [2] terbagi menjadi dua : 1.        Sesuatu yang tidak menyatu dan tidak mengalami perubahan di dalam tubuh, seperti : ludah, keringat, air mata, air liur [3] dan sejenisnya. Maka, hukumnya sesuai dengan hukum hewan tersebut. Jika berasal dari hewan yang najis, berarti hukumnya najis , dan sebaliknya. 2.        Sesuatu yang mengalami perubahan di dalam tubuh, seperti : air kencing,