BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Onani atau masturbasi adalah sebuah
fenomena umum dan sering didiskusikan di mana-mana, hal ini bisa terjadi pada
anak kecil, anak-anak muda, orang dewasa maupun pada mereka yang sudah tua dan berkeluarga.
Gejala onani pada usia pubertas dan remaja banyak sekali terjadi. Hal ini
disebabkan oleh kematangan seksual yang memuncak dan tidak mendapat penyaluran
yang wajar, lalu ditambah dengan rangsangan-rangsangan ekstern berupa buku-buku
dan gambar porno, film biru, meniru kawan dan lain-lain.[1]
Banyak manusia yang mengangap bahwa
onani merupakan hal yang lumrah bahkan sah-sah saja dilakukan. Maka, berangkat dari minimnya pengetahuan masyarakat
inilah, penulis berkeinginan untuk memaparkan tentang “Hukum Onani dan
Masturbasi.”
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Hukum onani atau masturbasi
2.
Dampak onani atau masturbasi
1.3 TUJUAN
1.
Untuk mengetahui hukum onani atau masturbasi
2.
Untuk mengetahui dampak onani atau masturbasi
1.3
MANFAAT
1.
Sebagai tambahan wawasan bagi diri sendiri
2.
Sebagai sumbangan ilmu bagi perpustakaan ma’had
Aly Hidayaturrahman
3.
Sebagai tambahan wawasan pembaca mengenai
hukum onani atau masturbasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.2
DEFINISI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia onani berarti mengeluarkan mani (sperma)
tanpa melakukan senggama, sedangkan masturbasi adalah proses memperoleh
kepuasan seks tanpa berhubungan kelamin. Menurut Doktor Abdul Karim Zaidan
dalam kitabnya ‘Al-Mufashal’ onani atau masturbasi merupakan upaya
seseorang untuk mengeluarkan mani dengan menggosokkan farj menggunakan
tangan demi memenuhi syahwatnya.[2]
2.3
SEBAB TERJADINYA ONANI ATAU MASTURBASI
Ada beberapa faktor terjadinya onani atau
masturbasi pada seseorang, diantaranya ialah:
1.
Lalai terhadap ibadah
Ketika seseorang lalai dalam ibadahnya, jauh
dari Penciptanya, ketika itu pula kemaksiatan akan mendekati hatinya yang
sedang kosong. Berbeda halnya ketika seseorang selalu menyibukkan diri untuk
beribadah pada-Nya, ia tak akan pernah berani untuk menerobos batasan aturan
yang telah ditetapkan Allah SWT, karena ia tau setiap apa yang dikerjakannya
akan dilihat oleh Rabb semesta.
2.
Mengumbar pandangan
Zaman telah semakin maju, dengan kemajuannya
yang begitu pesat ini pintu menuju kemaksiatan terbuka selebar-lebarnya, dan
orang yang jauh dari Rabbnya dapat dengan mudah terperosok kedalamnya. Fitnah syahwat tersebar luas,
baik dalam dunia nyata maupun maya. Semua tontonan yang ada di layar kaca
membawanya untuk terjun kedunia penuh fitnah syubhat serta syahwat. Maka jika seseorang
tidak menjaga pandangannya, tidak menutup kemungkinan baginya untuk terjerumus
kedalam sebuah perzinahan, dan saat ia tidak bisa menyalurkan syahwatnya dengan
berzina pasti ia akan mencari cara apapun untuk bisa memuaskan nafsunya.
3.
Pergaulan yang salah
Banyak orang yang terjerumus ke dalam lubang kemakisatan dan
kesesatan karena pengaruh teman bergaul yang buruk.
Namun juga tidak sedikit orang yang mendapatkan hidayah dan banyak kebaikan
disebabkan bergaul dengan teman-teman yang shalih. Allah SWT berfirman:
“Dan ingatlah pada hari (ketika) orang-orang
zalim menggigit dua jarinya, (menyesali
perbuatannya) seraya berkata, ”Wahai sekiranya dulu aku mengambil jalan bersama
Rasul. Wahai, celaka aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu
teman akrabku. Sungguh dia telah menyesatkan aku dari peringatan (Al-Qur’an)
ketika (Al-Qur’an) itu telah datang kepadaku. Dan setan memang pengkhianat
manusia.” (QS. Al-Furqon: 27-29)
Oleh karena itu memilih pergaulan sangatlah
penting karena baik buruknya manusia terkadang bisa dilihat dengan siapa ia
bergaul.
4.
Terlalu banyak waktu kosong
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَتَانِ
مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat
dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)
Waktu luang dan sehat merupakan
dua nikmat yang sering terbaikan. dengan memanfaatkan dua nikmat tersebut dapat
memberikan pahala bagi seorang hamba, namun saat kedua nikmat tersebut
dilalaikan, manusia bisa terjerumus kedalam kemaksiatan yang akan berujung pada
dosa.
5.
Melihat film porno
6.
Percakapan yang mengarah kepada syahwat
7.
Tidur di atas perut
8.
Memikirkan sesuatu yang mengandung syahwat.
Hal ini merupakan dampak dari
penyebab yang ke empat yaitu banyaknya waktu luang. Memiliki waktu kosong yang
berlebih merupakan peluang besar bagi seseorang untuk memikirkan hal-hal yang
tidak bermanfaat.[3]
2.4
HUKUM ONANI ATAU MASTURBASI
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum onani
ataupun masturbasi, beberapa ulama’ berpendapat bahwa melakukannya merupakan
haram mutlak, ada pula yang berpendapat haram serta haram dalam beberapa
keadaan.
A.
Haram Mutlak
Di dalam kitab “Fiqhus Sunnah Sayyid Sabiq”
menerangkan bahwa hukum melakukan onani ataupun masturbasi adalah haram
mutlak sekalipun dalam keadaan dharar, ini merupakan pendapat dari
madzhab Malikiyah dan Zaidiyah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حَافِظُوْنَ, إِلَّا
عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرَ
مَلُوْمِيْنَ , فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَالِكَ فَأُلَئِكَ هُمُ العَادُوْنَ
“Dan orang-orang ynag menjaga kemaluan mereka kecuali
kepada istri-istri atau budak-budak mereka maka mereka tidak tercela.” (QS.
Al-Mukminun: 5-6)
Ayat ini menunjukkan haramnya seorang laki-laki menyalurkan syahwatnya selain
kepada dua orang yang halal baginya yaitu istri dan budak , adapun selain itu
baik dilakukan dengan tangan sendiri atau alat bantu seksual yang semakin
merebah dan mudah didapatkan adalah haram.[4]
Selain itu
melakukan onani atau masturbasi dapat mendatangkan madharat, Jika hanya dilakukan satu
atau dua kali mungkin tidak terlalu berbahaya, namun sudah bisa dipastikan
bahwa orang yang telah melakukan onani ataupun masturbasi sulit baginya untuk berhenti
dari kebiasaan tersebut, dan efek terlalu sering melakukan onani atau
masturbasi dapat beresiko tinggi pada kesehatan ruhani dan jasmani. Sedangkan
islam mengharamkan “dharar.” Ketika sesuatu yang berbahaya itu sengaja
dilakukan maka pelakunya akan mendapatkan dosa.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلاَ تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ . إِنَّ اللهَ
كَانَ بِكُمْ رَحِيْماً
“Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri,
sesungguhnya Allah sangat menyayangi kalian.” (QS. An-Nisa’: 29)
Cara menjaga jiwa dari berbagai kerusakan itu banyak, salah satunya dengan
tidak merusak atau membahayakannya dengan perkara apapun termasuk onani.
B.
Haram dalam Kondisi
Tertentu dan Wajib dalam Kondisi yang Lain
Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian
pengikut madzhab Hanafiyyah karena berpegang teguh pada kaidah Fiqh “ mencari
yang paling ringan dari dua hal yang berbahaya”, sedangkan pendapat
pengikut Hanbali ada beberapa fase yang harus dilalui yaitu hukum wajib ini
berlaku jika dia tidak onani maka akan mengganggu pada kesehatanya atau dia
dikhawatirkan terjerumus pada lingkaran zina sementara dia
tidak Menikah dan dia tidak mempunyai biaya untuk menikah.[5]Dikatakan juga dalam
kitab kasyaaful qina’ “ Barang siapa yang melakukan onani karena takut terjatuh
dalam perbuatan zina maka tidak mengapa, jika memang belum mampu menikah.”
C.
Makruh
Menurut Ibnu
Hazm melakukan onani ataupun masturbasi hukumnya makruh, karena tidak ada satu
ulama’ pun yang mengharamkan memegang kelamin, sedangkan Allah SWT telah
menjelaskan apa-apa yang telah diharamkan-Nya melalui firman-Nya:
“Sesungguhnya
Allah menjelaskan padamu hal-hal yang diharamkan padamu.”(QS. Al-An’am:
119)
Sedangkan
kemakruhan itu bukan dari onani atau mansturbasinya akan tetapi disebabkan
karena hal ini bukan termasuk akhlak yang mulia[6]
D.
Halal
Diantara ulama yang
menganut pendapat ini adalah Imam Ahmad, dan Ibnu ‘Abbas. Beliau imam Ahmad
menjelaskan bahwa mengeluarkan mani adalah perkara darurat sebagaimana
berbekam, jadi hukumnya boleh. Tapi sebenarnya qiyas seperti ini tidak
dibenarkan karena bertentangan dengan nash al-Qur’an yang shahih. Karena nash
tersebut telah menjelaskan bahwa apapun tindakan yang dilakukan untuk menikmati
keluarnya mani selain pada istri atau budak yang dimiliki hukumnya haram.
Adapun perkataan Imam Ahmad, seandainya boleh tetapi boleh ketika dalam
keadaan yang tidak diinginkan seperti mimpi basah dan sebagainya.
Sedangkan Ibnu ‘Abbas
juga mngetakan: ”Hukum asal memegang kemaluan dengan tangan kiri bagi laki-laki
dan perempuan adalah mubah, termasuk memegangnya hingga mengeluarkan mani tidak
diharamkan sama sekali.” Perkataan ini batil. Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah
berkata: ”Sebagian sahabat dan tabi’in membolehkannya dalam keadaaan darurat
seperti khawatir terjatuh dalam zina tau sakit, demikian perkataan imam Ahmad
dan lainnya. Sedangkan dalam keadaan normal maka saya tidak mengetahui bahwa
ada ulama yang membolehkannya.[7]
2.5
MACAM-MACAM ONANI ATAU MASTURBASI
Banyak hal yang biasa dijadikan sarana
seseorang untuk melakukan onani atau masturbasi, diantaranya:
1.
Onani dengan Tangan
Jika seseorang melakukan onani dengan
tangannya dengan bertujun untuk mendapatkan kepuasan syahwat maka menurut
Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah haram hukumnya[8],
sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حَافِظُوْنَ, إِلَّا
عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرَ
مَلُوْمِيْنَ , فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَالِكَ فَأُلَئِكَ هُمُ العَادُوْنَ
“Dan
orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hmb
sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela, tetapi
barangsiapa mencari dibalik itu (zina dan sebagainya), maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Mukminun: 5-7)[9]
Namun, jika seseorang melakukan onani untuk meredam syahwatnya karena ia
takut terjerumus kedalam zina, menurut Hanafiyah dan Hanabilah hal ini
diperbolehkan, dan orang yang melakuknnya tidak mendapatkan hukuman. Imam Mawardi
menjelaskan bahwa ada sebagain ulama’ yang mewajibkan hal ini, karena
melakukannya bisa menghilangkan dharar yang lebih besar. Adapun
Malikiyah dan beberapa riwayat Imam Ahmad berpendapat bahwa hal tersebut tetap
haram hukumnya karen onani sendiri dapat membatalkan puasa dan barangsiapa yang
melakukan onani saat puasa ia harus mengganti puasanya, oleh karena itu onani
juga haram hukumnya meski bagi seseorang yang tinggi syahwatnya. [10]
2.
Melakukan Onani dengan Bantuan Orang lain.
Jika seseorang melakukan onani dengan
menggesek-gesekkan farjnya pada tubuh orang lain, baik pada perut,
diantara kedua paha dan lain sebagainya. Maka, hukumnya haram menurut
Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah, karena hal tersebut sama dengan melakukan
onani menggunakan tangannya, menurut madzhab Hanafi barangsiapa melakukannya
pada saat puasa maka wajib baginya mengqodho’ puasa tersebut tanpa harus
membayar kafarah.
2.6
DAMPAK NEGATIF ONANI ATAU MASTURBASI
Ajaran Islam sangat mementingkan pemeliharaan
terhadap lima hal yaitu, agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Oleh karenanya
selalu ada hikmah dibalik pensyari’atan hukum yang telah Allah tetapkan kepada
hamba-Nya. Diantara dampak negatif yang bisa terjadi akibat melakukan onani
sebagai berikut:
Bahaya pertama: Dampak Terhadap jiwa
Dampak negatif yang sering muncul bagi orang yang
melakukan perbuatan tersebut yang paling bahaya adalah menimbulkan gangguan
jiwa, yaitu diantaranya:
1. Hilangnya selera makan,
putus harapan, mencari kebebasan
2. Munafik, putus asa, dan
penyesalan
3. Ketegangan jiwa,
kegelisahan, berkurangnya kesungguhan
4. Merasa terhina dan
hilangnya harga diri
5. Merasa hidupnya sia-sia,
kemalasan, dan jiwanya diliputi kesedihan
6. Menyendiri, menjauh dari kehidupan
bermasyarakat, merusak akal, lemahnya daya ingatan
Bahaya Kedua: Dampak Terhadap Tubuh
Dampak negatif dari istimna' ini tidak hanya menyerang
psiologi dan ruh saja, bahkan berdampak pula terhadap jasmaninya. Diantara
bahaya yang ditimbulkan adalah:
1. Turunnya berat badan dan
lemahnya imunitas tubuh
2. Lemah pandangan dan
terganggunya penglihatan
3. Impoten dan lemah syahwat
4. Sedikit keturunan,
kemandulan (ketidak suburan), hilangnya keperawanan
5. Merusak anggota tubuh
(organ tubuh)
6. Rusaknya alat pencernaan
Bahaya Ketiga: Dampak Terhadap Sosiologi
Sebagaimana adanya bahaya jiwa dan raga, onani juga akan
berpengaruh terhadap kehidupan bermasyarakat, diantara bahaya yang ditimbulkan
adalah sebagai berikut:
1. Bertambahnya kerusakan
moral di masyarakat
2. Timbulnya permasalahan
keluarga dan permasalahan akhlak
3. Nampaknya kerusakan yang
dipengaruhi oleh perkembangan zaman berupa meluasnya syahwat dengan jalan yang
baru dan bermacam-macam
4. Hilangnya kehidupan yang
normal dan ideal, kehormatan, dan nampaknya kejelekan
5. Banyak perceraian dan
perpecahan antara suami istri
Dr. Muhammad Maghowiri menjelaskan dalam kitabnya yang
berjudul "Lir-Rijali Faqod", di dalamnya terdapat pembahasan tentang
alat kelamin bagi laki-laki dan penyakit yang menimpa laki-laki, dan hal-hal
yang berhubungan dengan istimna’. Beliau berkata: ”Jagalah kehormatan diri anda dengan sebaik mungkin dari
hal-hal yang dapat merusaknya seperti istimna’.” Adapun dampak-dampak
kerusakan yang banyak disebutkan diantaranya: lemahnya pandangan, tidak ada
kemampuan dalam berkonsentrasi (Tarkiz), hilangnya hafalan, mempersulit
melahirkan keturunan yang banyak, bahkan bahaya yang terbesar yaitu suami
tidak mampu menjaga hak-hak istrinya dalam hubungan seksual.[11]
2.7
LANGKAH MENGHINDARI ONANI ATAU MASTURBASI
Cara untuk menghindari onani atau bertaubat dari
kebiasaan yang sudah terlanjur dilakukan adalah sebagai beikut:
1.
Kemauan yang
tinggi
Salah satu cara menghindari onani atau masturbasi bagi
seseorang yang tinggi syahwatnya atau bagi mereka yang terjerat dalam kebiasaan
tersebut, ialah memiliki keinginan yang tinggi untuk menahan syahwatnya.
Rasulullah SAW pernah mengajarkan kepada umatnya cara meredam syahwat, beliau
SAW bersabda:
يا معشر الشباب مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاعةَ فَاليَتَزَوَّجْ
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَ اَحْصَنُ لِلْفَرْجِ و َمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda! Siapa diantara kalian mampu memikul beban
pernikahan, maka menikahlah, karena (menikah itu) lebih menundukkan pandangan
dan lebih menjaga kemaluan. Dan siapa yang tidak mampu, hendaklah berpuasa,
karena puasa itu penawar (syahwat seksual).” (HR. Bukhori
dan Muslim)
Rasulullah menganjurkan bagi umatnya yang memiliki
dorongan syahwat yang kuat untuk menikah, namun jika ia tidak mampu menikah
maka Nabi anjurkan baginya berpuasa, karena berpuasa dapat melemahkan dan
mengekang hasrat seksual dikarenakan tidak makan dan minum, serta aliran-aliran
darah yang menjadi celah-celah masuk setan tertutup rapat.[12]
2.
Mendekatkan diri kepada
Allah
Mendekatkan
diri kepada Allah dengan menambah amalan-amalan sunnah seperti shalat sunnah,
puasa sunnah, dzikir dan lain sebagainya untuk meminimalisir seruan setan untuk
kembali melakukan kemaksiatan. Kemudian senantiasa menyadari bahwasanya
Allah ‘Azza wa Jalla selalu menjaganya dan melihatnya, ketika seseorang merasa
setiap amalannya dilihat oleh Allah, maka tidak mungkin dirinya berani untuk
mencoba masuk kedalam kemaksiatan.
3.
Mujahadah
Manusia secara fitrah
memang menyukai sesuatu yang menyenangkan, santai, bermalas-malasan, ketenangan
tapi sering meremehkan sikap penuh pengorbanan dan kesungguhan. Padahal keadaan
seperti itu adalah hawa nafsu yang mengajak untuk melakukan perbuatan
yang buruk dan mencegah untuk melakukan perbuatan yang baik. Kecuali bagi
siapa yang telah Allah beri rahmat. Allah berfirman: “Sesunggguhnya nafsu
itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh
tuhanku.” (QS. Yusuf :53).
Abdullah Mubarak berkata:
“Sesungguhnya orang-orang sholih sebelum kita adalah mereka yang hati-hati
tehadap diri mereka untuk berbuat kebaikan dan kita adalah orang-orang yang tidak
berhati-hati terhadap diri kita kecuali kita malah membencinya.
4.
Menundukkan pandangan
Allah SWT berfirman:
قُلْ
لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ
أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
”Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,’Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’” (QS. An-Nur [24] : 30).
Sebagian besar faktor terjadinya perzinahan adalah
pandangan yang liar. Bermula dari mata,
kemudian terbayang-bayang hingga akhirnya terjadilah zina yang sesungguhnya
dengan berhubungan badan. Menundukkan
pandangan mata merupakan dasar dan sarana untuk menjaga kemaluan. Oleh karena
itu, dalam ayat di atas Allah Ta’ala terlebih dulu menyebutkan perintah
untuk menahan pandangan mata daripada perintah untuk menjaga kemaluan.
Jika seseorang mengumbar pandangan
matanya, maka dia telah mengumbar syahwat hatinya. Sehingga mata pun bisa
berbuat durhaka karena memandang, dan itulah zina mata.
5.
Menjauhi teman atau
perkumpulan maksiat dan tercela
Seseorang tidak akan
pernah bisa menghilangkan kebiasaan buruknya selama ia tidak menjauhi
teman-teman yang selama ini membawanya kedalam keburukan itu sendiri, ketika
seseorang ingin berubah menjadi lebih baik ia harus menjauhi perkumpulan
maksiat dan mencari perkumpulan yang baik serta shalih sehingga ia dapat
berubah dengan mudah.
6.
Segeralah menikah dan
berpuasa
Sebagaimana telah dijelaskan
di atas bahwa cara meredam syahwa adalah dengan menikah atau berpuasa, Ibnu
Hajar berkata: “Dianjurkan untuk menundukkan pandangan, dan menjaga kemaluan
dari hal-hal yang memungkinkan terjadinya hal terlarang.”
7.
Menyibukkan diri untuk
berdzikir kepada Allah dan memperbanyak ketaatan dan berbuat baik
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Jumhur ulama mengharamkan onani atau
masturbasi secara mutlak dan tidak memberi toleransi untuk melakukannya dengan
alasan apapun. Karena seseorang wajib bersabar dari sesuatu yang haram.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah mengajarkan umatnya cara meredakan/meredam
syahwat seseorang yang belum mampu menikah, yaitu berpuasa sebagaimana hadits
di atas.
Kebolehan ketika darurat juga harus mematuhi
prinsip-prinsip sebagai berikut:
Pertama, jika tidak melakukan onani menyebabkan kamatian.
Kedua, jika tidak melakukan onani akan menghilangkan anggota
badannya.
Ketiga, jika tidak melakukan onani menyebabkan kerusakan yang
parah.
Apabila salah satu syarat tersebut terpenuhi maka
diperbolehkan melakukan onani dengan syarat dibatasi kebutuhannya saat darurat
saja.
Dampak onani dan
masturbasi pun begitu banyak, diantaranya dapat menimbulkan gangguan jiwa, menyerang psiologi dan ruh, serta berdampak pula terhadap
jasmaninya, onani juga dapat berpengaruh terhadap kehidupan bermasyarakat
3.2
SARAN
Dari pemaparan diatas, penulis mengajak
kepada seseorang yang memiliki kebiasaan onani atau pun memiliki syahwat yang
berlebih untuk menjauhi serta mewaspadai onani atau masturbasi, dengan
menyibukkan diri kepada hal-hal yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah,
seperti berpuasa atau menikah bagi yang sudah mampu, serta menjauhi
majlis-majlis maksiat. Wallahua’lam bish Shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Zaidan, Abdul Karim, Al-Mufashal Fie Ahkamil Mar’ah
Wal Baitil Muslim, maktabah kafiyah
Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah Sayid Sabiq Al-fath lil i’lam Al-'arobi,
Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyyah
Alu Bassam,
Abdullah, Fikih Hadits Bukhori-Muslim, (Jakarta Timur: Ummul Quro, 2013)
Taimiyah, Abu, Nazhatul
albab fi istimna’ir rijal wan nisa’, Pdf
Idris As-Syafi’i, Muhammad bin, Al-Umm, pdf
Nafsiyah, Dr., Mumarosatu
‘Aadah As-Sirriyyah, pdf
https://muslim.or.id/26590-menundukkan-pandangan-mata.html
[1] http://oyayo.blogspot.co.id/2011/01/makalah-tentang-menstruasi-dan-onani.html diakses pada 08 january 2011
[3] Dr. Nafsiyah, Mumarosatu ‘Aadah As-Sirriyyah, pdf
[6] http://makalahhukumislam.blogspot.co.id/ diakses pada Selasa, 17 September 2013 pada jam 08.50
[8] Ibid
[9] Muhammad bin Idris As-Syafi’i, Al-Umm, hlm 94, pdf
[10] Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyyah, juz 4, hlm. 99 pdf
[12]
Abdullah Alu Bassam, Fikih Hadits
Bukhori-Muslim, hlm 871
Komentar