Entah berapa guru yang sudah
didatangkan sang ayah untuk mendidiknya. Semua tak bertahan lama. Dan hari ini, ayahnya
mendatangkan seorang lagi.
“Didiklah ia. Kau boleh memukulnya jika dia membantah perintahmu,” begitu pesan
sang ayah.
Sang guru bergegas menemui anak didik barunya. Seperti sudah hafal, si anak
lantas tertawa. Sang guru pun memukulnya.
Hari berjalan, tahun berganti.
Semangat sang guru berpindah ke anak didik yang sangat dicintanya itu. Pun
kecerdasan dan ketaqwaannya. Di usia muda, jadilah ia seorang ulama’ di
zamannya. Daerah kekuasaan pun diserahkan padanya oleh ayahnya.
Sang guru masih terus membimbingnya. Kini ayahnya telah tiada. Ia berniat
meneruskan cita-cita ayahnya. Cita-cita yang terus digembar-gemborkan pula oleh
sang guru sejak kecil. Ya, sejak kecil, sang guru tak pernah bosan
memotivasinya.
“Saya yakin. Kau lah yang dimaksud oleh Rasul dalam hadits beliau.
_Konstantin akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya, dan
sebaik-baik pasukan adalah pasukannnya_ Yakinlah nak, ka lah yang digariskan
untuk penaklukan itu.”
Semangatnya membaja. Cita-citanya membara. Keimanan ia tingkatkan.
Ketrampilan ia tangkaskan.
Hingga pada hari itu, Mei 1453, Konstantin tertaklukkan. Muhammad Al-Fatih
penakluknya. Gurunya benar, ia lah yang dijanjikan. Semua rakyat, kini berada
dibawah pimpinannya.
Pada
saat itu, ia mendatangi gurunya. Menyampaikan keganjalannya pada gurunya yang
telah bertahun-tahun ia pendam.
“Wahai guru, sungguh. Aku sangat berterimakasih padamu. Engkau sangat
berjasa. Tapi guru, ijinkan aku bertanya satu hal. Aku telah menyimpannya
sekian lama untukmu.”
“Sampaikanlah, Muhammad.”
....
“Guru, mengapa saat itu, kau memukulku? Apa kesalahanku ?”
Sungguh, pertanyaan yang tak disangka. Sekian lama bersama, sekian banyak
ilmu yang telah gurunya ajarkan, ia masih pula menuntut satu pukulan yang tak
seberapa itu.
“Sudah lama nak, aku menunggumu menanyakan itu. Dan kau menanyakannya pada
saat yang tepat.
Muhammad. Sungguh, kau tidak bersalah saat itu. Aku melakukannya,
sebagai pelajaran pertamaku untukmu. Wahai Muhammad. Ketahuilah, pukulan itu
adalah pukulan kezhaliman.
Kini kau tahu, sekecil apapun kezhaliman itu, ia takkan
pernah dilupakan oleh orang yang terzhalimi, meski dengan kebaikan seluas
apapun itu.
Maka Muhammad, kini ribuan rakyat berada dibawah
pimpinanmu. Berhati-hatilah, jangan sampai kau menzhalimi mereka, sekecil
apapun itu..”
Sungguh sebasar apapun sebuah kebaikan ia tak
akan pernah bisa menutupi secuil kedzoliman, sekuat apapun seseorang berusaha
untuk melupakan sebuah kedzoliman orang lain pada dirinya tetap saja setitik
yang menyakitkan itu tak akan pernah sirna, sampai kapanpun itu.
Komentar