LGBT, menurut
adat masyarakat Indonesia adalah hal tabu untuk dilakukan secara bebas. Artinya
disana ada norma-norma tak tertulis yang berlaku dikalangan masyarakat. Jika
hal ini dilanggar, minimal orang akan menganggapnya sebagai orang yang tidak
beradab. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
agama Islam. Sebab, syariat Islam itu sesuai dengan fitrah manusia.
Berbeda halnya
jika bahasan tentang homoseksual dan lesbi ini keluar dari mulut orang Liberal.
Aturan Islam yang semestinya dipatuhi bukan hal yang wajib ditepati lagi.
LGBT dalam
Perspektif JIL
Profesor Liberal Dosen UIN Jakarta Musdah Mulia, seperti pakem Liberal
lainnya Dosen UI dan pimpinan redaksi online
majalah Madina, Ade Armando, mendukung habis-habisan LGBT (Lesbian, Gay,
Biseksual dan Transgender) di Indonesia.
Harian The Jakarta Post, edisi Jumat (28/3/2008) pada halaman
mukanya menerbitkan sebuah berita berjudul Islam ‘recognizes homosexuality’
(Islam mengakui homoseksualitas). Mengutip pendapat dari Prof. Dr. Siti Musdah
Mulia, Guru Besar di UIN Jakarta, koran berbahasa Inggris itu menulis bahwa
homoseksual dan homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena
itu dihalalkan dalam Islam. (Homosexuals and homosexuality are natural and
created by God, thus permissible within Islam). Segala yang diciptakan oleh Alloh juga mengandung hikmah.
Musdah juga mengutip QS 49 ayat 3, ia menyatakan, salah satu berkah Tuhan adalah
bahwasanya semua manusia, baik laki-laki atau wanita, adalah sederajat, tanpa
memandang etnis, kekayaan, posisi sosial atau pun orientasi seksual. Karena
itu, aktivis Liberal dan kebebasan beragama dari ICRP (Indonesia Conference
of Religions and Peace) ini, “Tidak ada perbedaan antara lesbian dengan
non-lesbian. Dalam pandangan Tuhan, manusia dihargai hanya berdasarkan
ketaatannya.”
Dalam kesempatan lain, Ade menuliskan dalam majalah
onlinenya beberapa poin penting yang diutarakan Musdah, yaitu tidak ada satupun
ayat Al-Qur’an yang mengharamkan LGBT. Ayat-ayat yang digunakan sebagai rujukan
pengharaman adalah ayat yang bercerita tentang adzab Alloh terhadap umat nabi
Luth (An-Naml: 54-58, Hud: 77-83, Al-A’raf: 80-81 dan Asy-Syuara: 160-175).
Kaum tersebut digambarkan sebagai kaum yang melakukan kedurhakaan, termasuk
perilaku seks yang diluar batas dan keji. Memang ada ayat yang yang mengesankan
bahwa salah satu perilaku seks yang dihujat oleh nabi Luth adalah perilaku seks
gay..Namun, dalam tafsiran Musdah, sangat
mungkin yang sebenarnya dihujat adalah bukan perilaku seks sesama jenis tapi
perilaku sodomi yang dalam Al-Qur’an disebut sebagai al-fakhisyah (Qs.
Al-A’raf: 80)
Pelacakan terhadap kepustakaan lain nampaknya bisa
memperkuat argumen Musdah. Hadits-hadits Nabi misalnya mengalami pola serupa.
Berulangkali nabi Muhammad SAW., dikutip menghujat mereka yang mengikuti gaya
hidup umat Nabi Luth. Namun, tak sekalipun menghujat kaum LGBT. Hadits tersebut
memerintahkan hukuman keras bagi pelaku hubungan seks sesama jenis. Namun, ada
kesan yang diancam hukuman itu adalah hubungan sodomi. Selain itu, adapula
hadits Nabi yang berbunyi, “ Alloh tidak akan melihat pada laki-laki yang
menyetubuhi laki-laki atau wanita yang menyetubuhi wanita pada duburnya.” Dari
hadits ini dapat ditarik kesimpulan serupa dengan argumen Musdah. Sebab, yang
dilarang adalah penetrasi seks melalui dubur bukan LGBT. Sedang penetrasi bukanlah satu-satunya cara untuk mendapat kepuasan
seksual.
Islam Membantah
Dalam Islam, soal homoseksual ini sudah jelas hukumnya. Meskipun sudah
sejak dulu ada orang-orang yang orientasi seksualnya homoseks, ajaran Islam
tetap tidak berubah, dan tidak mengikuti hawa nafsu kaum homo atau pendukungnya.
Mengenai pendapat beliau bahwa homo, lesbi adalah suatu fitrah, maka fitrah
yang dimaksud adalah fitroh dalam perspektif siapa? Fitrah dalam Al-Qur’an tepatnya pada surat Asy-Syams ayat 8 terdapat 2 macam, yaitu fitrah kefasikan (keburukan) dan fitrah ketaqwaan (baik). Kemudian pada ayat selanjutnya
Alloh SWT., menyatakan beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwa itu dengan
kebaikan. Sedang fitrah yang mereka maksud adalah fitrah kefasikan karena
bertentangan dengan kodrat yang ada. Selanjutnya, jika mereka
mengatakan bahwa semua ciptaan ada hikmahnya maka hal itu dibenarkan. Gay,
lesbi dan yang lainya memiliki hikmah yaitu, karena anak “gay” adalah ujian apakah kita mau merubah karakter
tersebut atau justru kita mengikuti hawa nafsu setan? Maka, sungguh Alloh SWT.,
mengangkat derajat seseorang dengan bentuk ujian. Dan itulah hikmahnya.
Alloh hanya menilai seseorang dari kualitas ketaqwaan. Lalu, ketaqwaan
seperti apa yang Musdah maksudkan! Taqwa dalam perspektif dirinya, bukan atas
tolak ukur Alloh SWT.
Mengenai kisah Nabi Luth maka dia tidak melihat hadits lain yang jauh lebih
jelas mencantumkan ketidakbolehan LGBT. Dalam hadits itu dicantumkan bahwa
seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat lelaki lainya, begitu pula
perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lainya. Sedangkan LGBT
sendiri kedua belah pihak dapat melihat aurat lainya dan hal ini amat melanggar
Syariat. Kedua, jika memang LGBT tidak melakukan tindak sodomi dan melakukan
penetrasi dengan cara lain, pak Ade sendiri mencantumkan jawaban atas kritik
seorang akademisi diakun beliau bahwa untuk mencapai kenikmatan seksual seorang
gay dapat melakukanya dengan tangan atau masturbasi. Sedangkan masturbasi dalam
Islam sangat dilarang.
Para
mufassir Al-Quran sekaliber Ibnu Katsir dan yang lainya yang memiliki keilmuan
tinggi, ketaqwaan serta kewaraan saja selama ratusan tahun tidak ada yang
berpendapat seperti Prof. Musdah Mulia yang berani menghalalkan homoseksual.
Gerakan legalisasi homoseksual yang dilakukan oleh kaum Liberal di Indonesia
sebenarnya sudah melampaui batas. Bagi umat Islam, hal seperti ini merupakan
sesuatu yang tidak terpikirkan (“unthought”). Bagaimana mungkin, dari
kampus berlabel Islam justru muncul dosen dan mahasiswa yang berani
menghalalkan homoseksual.
Gerakan
legalisasi homoseksual dari lingkungan kampus Islam tidak bisa dipandang
sebelah mata. Tindakan ini merupakan kemungkaran yang jauh lebih bahaya dari
gerakan legalisasi homoseks yang selama ini sudah gencar dilakukan kaum
homoseksual sendiri. Alangkah baiknya, kita sebagai
umat muslim berusaha mencegah penyebaran virus legalisasi LGBT dengan banyak mengejawantahkan
para akademisi khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang kesesatan liberalisme LGBT.
Oleh: ‘Inayah
Nazahah
Komentar