Langsung ke konten utama

BANGKAI YANG TIDAK NAJIS



Oleh: Eva Zulaikha dkk
A.    Pendahuluan
Hal-hal yang diharamkan oleh Allah Y dan hal-hal yang dihalalkan bagi para hambanya, telah Ia jelaskan secara gamblang baik dalam Al-Qur’an ataupun di dalam sunnah-Nya.hal-hal tersebut telah Allah jelaskan pada segala bentuk dimensi kehidupan manusia.Sebagaimana dengan setiap makanan yang Allah ciptakan, ada yang diharamkan dan ada pula yang dihalalkan. Maka sudah menjadi kewajiban seorang hamba Allah untuk mengetahui apa hal-hal tersebut. Tentunya banyak maksud dari hukum makanan yang diharamkan dan yang dihalalkan.
Salah satu contoh makan yang diharamkan oleh Allah Y adalah bangkai. Bangkai haram dimakan karena ia lebih banyak mengandung madhorot dari pada manfaat. Selain itu, bangkai diharamkan karena didalamnya mengandung banyak bakteri dan kuman penyebab penyakit. Dan para ulama sepakat menghukumi bangkai sebagai najis.
Namun, diantara banyak bangkai yang Allah haramkan, Ia mengecualikan beberapa bangkai yang tidak najis dan sebagiannya juga halal dimakan. Sebagian bangkai tersebut akan dipaparkan dalam makalah singkat ini.

B.     Pengertian Dan Hukum Bangkai
Bangkai dalam bahasa Arab disebut الميّتة . Secara istilah adalah segala yang mati tanpa disembelih dan tidak memenuhi salah satu syarat dari syarat-syarat penyembelihan. Termasuk di dalamnya hewan yang mati karena dicekik, dipukul dengan tongkat, jatuh dari ketinggian, berkelahi dengan hewan lain, dan juga hewan yang mati karena dimangsa binatang buas.
Syarat-syarat penyembelihan ditinjau dari segi syari’at Islam adalah[1]:
1.      Memotong kedua urat leher dan tenggorokkan, sehingga darahnya mengalir.
2.      Penyembelih adalah seorang muslim atau Ahli Kitab, boleh laki-laki maupun perempuan.
3.      Menyebut nama Allah, tapi tidak masalah jika lupa.
Maka, jika hewan yang mati karena disembelih, namun tidak memenuhi tiga syarat penyembelihan di atas, hewan tersebut disebut bangkai.
Hukum bangkai secara umum menurut jumhur ulama’ adalah najis dan haram dimakan. Sebagaiman yang telah dinashkan oleh Allah dalam surat Al-Maidah ayat 3:
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan)bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang
disembelih bukan atas nama Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih, dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala.”
Selain kriteria-kriteria tersebut, dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah, Rasulullah SAW. Bersabda:
مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهُوَ مَيِّتَةُ
Artinya: “bagian yang dipotong dari hewan dalam keadaan hidup-hidup adalah bangkai”

C.     Bangkai Yang Tidak Najis
Hukum umum bangkai secara keseluruhan adalah najis dan haram dimakan. Dalilnya jelas termaktub dalam Al-Qur’an surat A-Maidah ayat 3. Namun sebelum penulis menjelaskan pengecualian dari bangkai, terlebih dahulu mengelompokkan hewan berdasarkan hukum memakannya dan hukum najis atau tidaknya. Pehatikan tabel berikut:
HUKUM MEMAKAN
KEADAAN
HUKUM
CONTOH
HALAL / HARAM
MATI ( BANGKAI )
NAJIS
AYAM
ULAR
HARAM
HIDUP
TIDAK NAJIS
HARIMAU
MATI ( BANGKAI )
NAJIS
HARAM
HIDUP
TIDAK NAJIS
MANUSIA
MATI ( BANGKAI )
HARAM
HIDUP
NAJIS
BABI
MATI ( BANGKAI )
ANJING
HALAL
MATI ( BANGKAI )
TIDAK NAJIS
IKAN
BELALANG

Dari tabel di atas bisa ditarik kesimpulan bahwasanya ada tiga hewan yang ketika mati atau telah menjadi bangkai tidak dihukumi najis. Dua diantaranya halal dimakan. Yaitu bangkai Ikan dan belalang. Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW. yang secara jelas menghalalkan kedua bangkai tersebut. Beliau bersabda:
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ السَّمَكُ وَالْجَرَدُ (رواه ابن ماجه)
Artinya: “dihalalkan bagi kami dua bangkai, yaitu ikan ban belalang.”
Sedangkan satu yang terakhir tidak dihukumi najis ketika mati atau telah menjadi bangkai, namun tidak halal dimakan, yaitu manusia.Dalilnya surat al-isro’ ayat 70:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memuliakan bani adam.”
Dari ayat tersebut, tutntutan pemuliaanya adalah dengan tidak menghukuminya sebagai najis.
Dari ketiga jenis bangkai tersebut, akan diperjelas ulasannya dibawah ini:
1.    Bangkai Ikan
Ikan adalah termasuk hewan buruan laut. Allah Subhanallahu Wata’alaa telah mengkhususkanya dengan nash-nash yang telah ada baik dari Al-Qur’an maupun hadits. Pengkhususan tersebut berupa hukum suci dari bangkai ikan dan halal dimakan. sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 96:
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu hewan buruan laut dan makan (yang beresal) dari laut sebagai makan yang lezat bagimu.”
Juga dalam hadits Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasalam tentang laut, beliau bersabda:
هُوَ الطُّهُورُ مَاءُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
Artinya: “ia suci airnya dan halal bangkainya.”[2]
Hukum kehalalan bangkai ikan tersebut lebih jelas lagi diterangkan dalam sabda beliau:
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ السَّمَكُ وَ الْجَرَدُ
Artinya: “Dihalalkan bagi kami dua bangkai, yaitu ikan dam belalang”[3]
Dari dalil-dali tersebut, para ulama tidak ada yang berselisih dengan kesimpulan hukumnya. Yaitu suci dan halal dimakan.
2.    Bangkai Belalang
Belalang dalam pengelompokkan hewan termasuk bagian dari serangga. Karena belalang berkaki enam dan termasuk serangga yang bisa terbang. Maka dalam pengelompokkan tersebut tidak semua serangga halal dimakan. Allah ‘Azza Wajalla mengkhususkan belalang sebagi serangga yang suci bangkainya dan halal dimakan. Sebagimana yang telah disebutkan dalam dalil kemumuman hukum bangkai ikan dan belalang.
Hanya saja para ulama berselisih pendapat tentang cara memakan belalang tersebut sehingga hukumnya menjadi halal. Jumhur ulama mengatakan belalang halal dimakan langsung tanpa perlu disembelih. Sedangkan ulama malikiyah mensyratkan untuk disembelih, baik dengan memutuskan kepalanya ataupun dengan cara yang lainya.
Sebab perselisihan mereka ada pada penyebutan belalang sebagai bangkai yang hukum memakanya adalah haram. Seperti disebutkan dalam surat al-maidah ayat 3. Sebab lainya yaitu penyebutanya sebagai bagian dari buruan laut atau buruan darat. Namun dari kedua pendapat yang berselisih tersebut, para ahli fiqih lebih memilih pendapat jumhur ulama sekaligus merajihkannya. Alasan dari hukum tersebut adalah diambil dari dalil keumuman sifat halal bangkai belalang.
3.    Mayat Manusia
Allah ‘Azza Wajalla telah menciptaka manusia dengan sebaik-baik rupa. Bahkan Allah pun melebihkan manusia atas makhluk yang lain. Banyak sekali nash-nas dari al-Qur’an maupun al-hadits yang menunjukkan kemuliaan makhluk yang bernama manusia. Diantara nash-nash tersebut para ulama ahli fikih menyimpulkan bahwa salah satu kemuliaan manusia adlah ditinjau dari ia adalah makhluk yang suci ketika dia hidup maupun mati. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam pun melarang menghukumi najis mayat manusia. Beliau bersabda:
لَا تُنَجَّسُوْا مَوْتَاكُمْ فَإِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ حَيًّا وَلَا مَيِّتًا
Artinya: “janganlah kalian menajiskan yang mati diantara kalian. Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis baik ia hidup maupun mati.”[4]
Juga hadits yang menerangkan hal yang sama, beliau bersabda:
سُبْحَانَ اللهِ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ
Artinya: “Maha Suci Allah sesungguhnya seorang mukmin itu tidak najis”[5]
Banyak perselisihan yang terjadi dikalangan ulama dalam menghukumi kenajisan mayat manusia. Perbedaan pendapat juga ada pada pengelompokkan mukmin dan kafir. Pendapat-pendapat tersebut mereka simpulkan dari dalil-dalil diatas. Menurut jumhur ulama, mayat manusia suci baik dalam keadaan hidup maupun mati. Sedangkan ulama hanafiah, mereka menghukuminya sebagai najis. Mereka beralasan karena manusia termasuk makhluk yang suci ketika masih hidup dan wajib dimandikan ketika mati. Selain itu mereka mengikuti fatwa dua orang sahabat. Yaitu Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair.
Selain itu, para ulama berbeda pendapat dalam menghukumi najis manusia yang muslim dan yang kafir. Dari dalil tersebut, sebagian ulama menghukumi mayat orang kafir sebagai najis. Mereka beralasan dengan kejelasan dalil yang hanya menunjukkan sucinya mayat seorang mukmin. Dan tidak benar mengkiyaskan atau menyamakan mayat orang kafir denga orang mukmin. Namun, jumhur ulama tidak ada yang membedakan antara hukum mayat manusia baik mukmin atapun kafir. Karena pada hakikatnya Allah Y-lah yang telah memuliakan makhluk yang bernama manusia.

D.    Bangkai Lain Yang Dikecualikan
Diantara bangkai-bangkai yang telah disebutkan sebelumnya, ada tambahan beberapa bangkai yang halal dimakan dan tidak najis. Diantaranya:
1.      Janin
Janin yang dimaksud di sini adalah janin yang berada dalam kandungan hewan yang akan disembelih. Maka jika induk janin tersebut disembelih dengan cara yang syar’i, janin yang ada didalamnya halal untuk dimakan. Rasulullah r bersabda:
ذكاة الجنين ذكاة أمّه
Artinya: “menyembelih janin adalah dengan menyembelih induknya.”[6]
2.      Buruan
Berburu dibolehkan dalam Islam. Bahkan berburu merupakan salah satu bentuk usaha manusia untuk mencari pangan sebagai penyambung hidup. Kebolehan berburu ini terdapat dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Allah Y berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 2:
Artinya: “Dan jika kamu telah bertahalul maka berburulah.”
Bahkan berburu juga dibolehkan menggunakan hewan-hewan pemburu seperti anjing atau serigala. Dalam surat yang sama ayat 4 dijelaskan:
Artinya:”Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu waktu melepaskannya.”
Senada dengan Al-Qur’an banyak hadits-hadits yang menunjukkan kebolehan berburu juga kebolehan berburu dengan menggunakan hewan pemburu. Rasulullah r bersabda:
مَا صِدْتَ بِقَوْسِكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ ثُمَّ كُل ومَا صِدْتَ بِكَلْبِكَ الْمُعَلَّمِ فَذَكَرْتَ اسْمَ اللَّهِ فَكُل وَمَا صِدْتَ بِكَلْبِكَ غَيْرِ مُعَلَّمٍ فَأَدْرَكْتَ ذَكَاتَهُ فَكُل
Artinya: Hewan-hewan yang kamuburudenganmenggunakanpanahmudanmelafadzkannama Allah, makanlah. Dan hewan-hewan yang kamuburudenganmenggunakananjingmu yang terlatihdanmelafazkannama Allah, makanlah. Sedangkanhewan-hewan yang kamuburudenganmenggunakananjingmu yang belumterlatih, bilakamudapatimakasembelihlahdanmakanlah.[7]
Dalam syari’at berburu sendiri terdapat syarat dan ketentuan-ketentuan untuk hewan yang diburu maupun orang yang memburu. Diantaranya syarat hewan yang menjadi target buruan adalah hewan yang dagingnya halal dimakan. Selain itu hewan tersebut hidupnya dialam liar, bukan hewan tanah haram, dan matinya dengan senjata yang lazim digunakan untuk berburu. Seperti, tombak, panah, dan senapan. Sedangkan syarat orang yang menjadi pemburu diantaranya adalah ia harus beragama Islam atau Ahli Kitab, baligh juga berakal, tidak dalam keadaan berihram, membaca basmalah ketika menargetkan buruan, bukan diniatkan untuk selain Allah, tidak salah sasaran dan tidak buta. Ini semua diqiyaskan kepada penyembelihan syar’i sehingga buruan tersebut halal dimakan.
Namun, ada larangan ketika seorang pemburu berburu dengan anjing yang memang terlatih untuk berburu. Jika anjing yang berburu itu memakan sebagian hasil buruannya, maka hukum daging buruan tersebut menjadi haram dimakan.[8] Dalilnya hadits Rasulullah r:
عن عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَال : قُلْتُ : يَا رَسُول اللَّهِ إِنَّا قَوْمٌ نَتَصَيَّدُ بِهَذِهِ الْكِلاَبِ فَمَا يَحِل لَنَا مِنْهَا ؟ فَقَال : إِذَا أَرْسَلْتَ كِلاَبَكَ الْمُعَلَّمَةَ وَذَكَرْتَ اسْمَ اللَّهِ فَكُل مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكَ إِلاَّ أَنْ يَأْكُل الْكَلْبُ فَلاَ تَأْكُل فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَكُونَ إِنَّمَا أَمْسَكَ عَلَى نَفْسِهِ وَإِنْ خَالَطَهَا كَلْبٌ مِنْ غَيْرِهَا فَلاَ تَأْكُل .
Artinya: Dari Adi bin Hatimradhiyalahuanhuberkata,”Akubertanya,”YaRasulallah, kami adalahkaum yang biasaberburudenganmenggunakananjing, apakah halal hasilburuannya?”. Rasulullah SAW menjawab,”Bilakamumelepaskananjingmu yang sudahterlatihdenganmenyebutnama Allah, makamakanlahdarihasilburuannya. Namunbilaanjingituikutmemakannya, makajangandimakan, karenaakukhawatiranjingituberburuuntukdirinyasendiri. Dan bilaadaanjing lain yang ikutmakan, janganlahdimakan [9]
3.      Unta
Unta termasuk hewan yang halal dimakan. Selain itu juga dibolehkan untuk dijadikan hewan kurban. Mamalia yang mempunyai punuk sebagai cadangan air dalam tubuh ini biasa hidup di gurun pasir yang sangat panas. Tepatnya unta biasa hidup di daerah Arab. Orang arab biasa mengkonsumsi daging unta. Maka, sebelum mengkonsumsinya unta akan disembelih. Tentunya dengan penyembelihan yang disyari’atkan.
Unta adalah hewan yang punya postur badan yang tinggi. Jadi tidak mungkin unta bisa dilumpuhkan dengan cara dijagal seperti sapi. Ada cara tersendiri untuk menyembelihnya. Bisa dengan menebas lehernya dengan pedang yang tajam saat dalam keadaan berdiri. atau seperti yang terjadi pada zaman Rasulullah r ketika unta yang akan disembelih kabur maka boleh melumpuhkannya dengan anak panah[10]. Dalilnya:
عَنْ عَبَايَةَ بْنِ رِفَاعَةَ، عَنْ جَدِّهِ رَافِعٍ، قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذِي الحُلَيْفَةِ، فَأَصَابَ النَّاسَ جُوعٌ، وَأَصَبْنَا إِبِلًا وَغَنَمًا، وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُخْرَيَاتِ النَّاسِ، فَعَجِلُوا فَنَصَبُوا القُدُورَ، فَأَمَرَ بِالقُدُورِ، فَأُكْفِئَتْ، ثُمَّ قَسَمَ، فَعَدَلَ عَشَرَةً مِنَ الغَنَمِ بِبَعِيرٍ، فَنَدَّ مِنْهَا بَعِيرٌ، وَفِي القَوْمِ خَيْلٌ يَسِيرَةٌ، فَطَلَبُوهُ فَأَعْيَاهُمْ، فَأَهْوَى إِلَيْهِ رَجُلٌ بِسَهْمٍ فَحَبَسَهُ اللَّهُ، فَقَالَ: «هَذِهِ البَهَائِمُ لَهَا أَوَابِدُ كَأَوَابِدِ الوَحْشِ، فَمَا نَدَّ عَلَيْكُمْ، فَاصْنَعُوا بِهِ هَكَذَا

Artinya: "Dari 'Abayah bin Rifa'ahdarikakeknya,Rofi', iaberkata; ketika kami bersamaRosulullohshollallahu 'alaihiwasallam di DzulHulaifah, kemudian orang-orang kelaparan, dan kami mendapatkanuntadankambing, sedangkanRasulullahshallallahu 'alaihiwasallamberadapadabeberapakelompok orang yang terlambat, kemudian orang yang pertamabersegeramenyembelihdanmeletakkankuali, kemudianRasulullahshallallahu 'alaihiwasallamterdoronguntukmenujukepadamerekakemudianbeliaumemerintahkan agar isikualidikeluarkan, kemudianbeliaumembagidiantaramereka, danmenyamakansepuluhkambingdengansatuunta. Ketikamerekadalamkeadaandemikian, tiba-tibaterdapatunta yang lepas, merekatidakmemilikikecualikuda yang tidakkencanglarinya.Merekamencarinyadanlelahkarenanya, kemudinseoranglaki-lakimemanahnyadengananakpanahkemudian Allah menahanuntatersebut.LaluRasulullahshallallahu 'alaihiwasallambersabda: "Sesungguhnyabinatang-binatangbisamenjadi liar, sepertiliarnyabinatang-binatang liar, makaapa yang kalian mampulakukanterhadapnyamakalakukanlah." [11]
Maka cara penyembelihan seperti itu termasuk dalam penyembelihan syar’i menurut madzhab Syafi’i. Dan dirojihkan oleh Imam Ar-Rofi’i.

E.     Kesimpulan
Sebagi umat muslim dan hamba Allah Y, tentunya telah banyak kemudahan-kemudahan yang telah Ia berikan dalam hidup ini. Tidak semua yang ada terlarang untuk dinikmati seorang hamba. Bangkai yang najis dan haram dimakan, memang sepatutnya kita jauhi. Namun diantara yang haram tersebut ada bangkai ikan dan belalang yang tidak najis dan halal dikonsumsi, serta mengandung banyak protein yang sangat berguna bagi tubuh manusia.
Selain itu, kita sebagai muslim sudah seharusnya memenuhi kewajibanya untuk mengurusi jenazah orang yang meninggal disekitar kita. Maka Allah Y pun memberi kemudahan dalam hal tersebut. Yaitu dengan tidak menghukumi najis mayat manusia. Bahkan hukum ini umum bagi muslum maupun kafir. Karena Ia sendiri yang telah memuliakan manusia dengan hukum tersebut. Maka, ketika kita menyentuhnya pun tidak menjadi masalalh yang berat.
Semua makan yang ada di muka bumi ini mubah hukumnya untuk dikonsumsi. Kecuali dalil-dali yang mengharamkanya. Hukum itu juga mencakup hewan-hewan yang halal untuk dimakan. Namun beberapa masalah terjadi seiring berjalanya waktu. Tentu saja Allah dan Rasul-Nya selalu punya jaaban yang memuaskan bagi hamba-Nya sekalian. Seperti masalah janin yang ada dalam perut induk hewan sembelihan, maka ia halal dimakan. Juga dibolehkanya berburu dengan cara yang disyari’atkan. Dan lain sebagainya dari kemudahan-kemudahan yang Allah berikan.
Sebagi seorang hamba, kita wajib mensyukuri segala kemudahan ini. Dengan mentaati segala apa yang Allah perintahkan, dan menjauhi segala yang Ia larang. Supaya kita mendapatkan nikmat yang lebih dari apa yang telah kita usahakan. Seperti yang Allah firmankan dalam surat Ibrohim ayat 7:
وَإِذْتَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَإِنْكَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَبِيْ لَشَدِيْدٌ۝
Artinya: “Dan ingatlah ketika Rabbmu memaklumkan, ‘sesungguhnya juka kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kapadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.’”

F.      Penutup
Segala puji bagi Allah yang selalu menyertai hambanya dimana pun dan kapan pun. Selesailah makalah yang singkat ini dengan penuh kepuasan dan rasa syukur. Harapan dari makalah ini adalah semoga manfaatnya tak kan pernah putus walaupun Penulis telah meninggalkan dunia yang fana ini.
Hanya Allah Subhanahu Wata’ala-lah yang Maha Sempurna. Dan sebagai hamba-Nya pasti selalu memiliki kekurangan dalam dirinya. Jika terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam pembuatan makalah ini, Penulis tidak sungkan untuk menerima kritikan dan saran yang membangun kemampuan untuk menelurkan karya yang lebih baik.
Akhiru da’wana anil hamdulillahi rabbil’alamiin.





DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Kariim, terjemah RI.
Abu Bakar bin Al-Husaini Al-Hushni Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’iy-Al-Imam Taqiyyuddiin, Kifayatul Akhyar Fie Hilli Ghoyatil Ikhtishor, (Beirut: Daarul Kutub Al-Ilmiyah, cet. 6, 2012)
Ar-Riasah Al-‘Amah liidaaratil Buhuts Al-‘Ilmiyah wal Ifta’ wad Da’wah wal Irsyad, Majalah Al-Buhts Al-Islamiyah, jil.1 (Mauqi’ Ar-Riasah Al-‘Amah lilbuhuts Al-‘Imiyah wal Ifta’)
Az-Zuhaili-Dr. Wahbah, Al-fiqhul Islam Wa Adillatuhu, jil. 1 (Damaskus: Daarul Fikr, cet. 5, 2007)
Az-Zuhaili-Dr. Wahbah, Mausu’ah Al-fiqhi Al-Islamy wal Qodhoyaa Al-Mu’ashiroh, (Damaskus: Daarul Fikr, cet. 3, 2012)
Bin Abdullah Abu Zaid bin Muhammad bin Abdullah bin Bakar bin Utsman bin Yahya bin Ghoihab bin Muhammad-Bakar, Fiqhu An-Nawazil, jil.1 (Beirut: Muasasah Ar-Risalah, cet.1, 1996)
Bin Sayyid Salim-Abu Malik Kamal, Shahih Fiqih Sunnah,jil. 2 ( Al-Maktabah At-Taufiqiyah)
Bin Sayyid Salim-Abu Malik Kamil, Fiqih Sunnah Untuk Wanita, Asep Sobari, Lc. (Jakarta: Al-‘Itishom, cet. 4, 2010)
Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rasyid Al-Qurthubi Al-Andalusi-Al-Imam Al-Qodhi, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (Kairo: Daarul Kutub Al-Islamiyah, cet.1, 2012)
Wuzarotul Auqaf wa Syu’unil Islamiyah, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah,jil. 1 (Kuwait, Daarus Salam, cet. 2, 1427 H)





[1]Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, alih bahasa Asep Sobari, Lc., Fiqih Sunnah Untuk Wanita, (Jakarta: Al-‘Itishom 1422H) Cetakan I h. 501
[2]HR. Abu Dawud
[3]HR. Ibnu Majah
[4]HR. Imam Bukhori
[5]HR. Imam Bukhori dan Iman Muslim
[6]HR. Imam Ahmad
[7]HR. Bukhori dan Muslim
[8]http://rumahfiqih.net/konsultasi/detail/1385800340/Hewan-Buruan-Halal-Apa-Haram
[9]HR. Bukhori
[10] http://www.fikihkontemporer.com/2012/10/cara-penyembelihan-hewan-yang-sulit.html
[11]HR. Bukhori

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Review Skripsi

REVIEW SKRIPSI BAB I “ HUKUM MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL KAJIAN HADITS MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL” Oleh Ihda Al-Husnayain Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Metodologi Penelitian” Diampu oleh: Ust. Junaidi Manik, M.PI Oleh: Uswatun Hasanah PROGRAM AD-DIROSAH AL-ISLAMIYAH AL-MA’HAD AL-‘ALY HIDAYATURRAHMAN SRAGEN 143 9 H/ 201 7 M A.     Judul Skripsi. HUKUM MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL KAJIAN HADITS MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL (Studi Analisis) disusun oleh: Ihda Al-Husnayain. Judul skripsi merupakan hal sangat penting, karena judul akan menggambarkan pembahasa yang akan dikaji oleh penulis, selain itu judul skripsi harus sesuai dengan pembahasan yang ditulis oleh penulis. Judul skripsi pun harus singkat, jelas serta menarik. Adapun judul skripsi di atas menurut reviewer sudah baik dan sesuai dengan metodologi penulisan skripsi yan...

Hukum Air Kencing Anak Laki-Laki dan Perempuan yang Belum Makan Sesuatu Apapun kecuali ASI

A.     Pendahuluan            Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat, sehingga kami bisa membuat makalah yang sederhana ini. Dan tak lupa salawat dan salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhamad SAW.     Di dunia ini pasti kita akan menemui anak kecil, dan juga para orang tua yang merawat seorang anak pasti nya anak kecil ini akan kencing dan harus berkali-kali membersihkan. Air kencing seorang anak tanpa kita sadari kadang tercecer kemana-mana kepakaian kita ataupun sekeliling kita. Air kencing seorang anak najis sehingga kita harus hati-hati, takutnya kita terkena najisnya. Sedanggkan syarat sah sholat adalah suci dari najis, maka kita harus memperhatikan penyebab tidak sahnya sholat kita. Maka dari itu   kita seyogannya harus mengetahui apa hukum air kencing seorang anak kecil agar kita terhindar dari najis. Maka dari itu kami disini membahas bagaimana huk...

Segala Hal yang Keluar dari Dua Jalan (Qubul dan Dubur)

Oleh : Wafdah Amnatul Jannah, dkk. Sebelum mengkaji tentang sesuatu yang keluar dari sabilain [1] lebih jauh, maka ada baiknya jika membahas tentang pengertian najis terlebih dahulu. Karena segala sesuatu yang keluar dari sabilain termasuk najis. Najis secara bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan secara syar’i , najis adalah segala sesuatu yang haram untuk dikonsumsi secara mutlak walaupun   memungkinkan, yang hal tersebut bukan karena haram, kotor, atau berbahaya bagi badan dan akal. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa, segala sesuatu yang keluar dari dalam tubuh hewan [2] terbagi menjadi dua : 1.        Sesuatu yang tidak menyatu dan tidak mengalami perubahan di dalam tubuh, seperti : ludah, keringat, air mata, air liur [3] dan sejenisnya. Maka, hukumnya sesuai dengan hukum hewan tersebut. Jika berasal dari hewan yang najis, berarti hukumnya najis , dan sebaliknya. 2.        Sesuatu...