Oleh: Eva Zulaikha dkk
A. Pendahuluan
Hal-hal yang diharamkan oleh Allah Y dan hal-hal yang dihalalkan bagi para hambanya, telah Ia jelaskan secara
gamblang baik dalam Al-Qur’an ataupun di dalam sunnah-Nya.hal-hal tersebut
telah Allah jelaskan pada segala bentuk dimensi kehidupan manusia.Sebagaimana
dengan setiap makanan yang Allah ciptakan, ada yang diharamkan dan ada pula
yang dihalalkan. Maka sudah menjadi kewajiban seorang hamba Allah untuk
mengetahui apa hal-hal tersebut. Tentunya banyak maksud dari hukum makanan yang
diharamkan dan yang dihalalkan.
Salah satu contoh makan yang diharamkan oleh Allah Y adalah bangkai. Bangkai haram dimakan karena ia lebih banyak mengandung madhorot
dari pada manfaat. Selain itu, bangkai diharamkan karena didalamnya mengandung
banyak bakteri dan kuman penyebab penyakit. Dan para ulama sepakat menghukumi
bangkai sebagai najis.
Namun, diantara banyak bangkai yang Allah haramkan, Ia mengecualikan beberapa
bangkai yang tidak najis dan sebagiannya juga halal dimakan. Sebagian bangkai
tersebut akan dipaparkan dalam makalah singkat ini.
B. Pengertian Dan Hukum Bangkai
Bangkai dalam bahasa Arab disebut الميّتة . Secara istilah adalah segala
yang mati tanpa disembelih dan tidak memenuhi salah satu syarat dari
syarat-syarat penyembelihan. Termasuk di dalamnya hewan yang mati karena
dicekik, dipukul dengan tongkat, jatuh dari ketinggian, berkelahi dengan hewan
lain, dan juga hewan yang mati karena dimangsa binatang buas.
Syarat-syarat penyembelihan ditinjau dari segi syari’at Islam adalah[1]:
1. Memotong kedua urat leher
dan tenggorokkan, sehingga darahnya mengalir.
2. Penyembelih adalah
seorang muslim atau Ahli Kitab, boleh laki-laki maupun perempuan.
3. Menyebut nama Allah, tapi
tidak masalah jika lupa.
Maka, jika hewan yang mati karena disembelih, namun tidak memenuhi tiga
syarat penyembelihan di atas, hewan tersebut disebut bangkai.
Hukum bangkai secara umum
menurut jumhur ulama’ adalah najis dan haram dimakan. Sebagaiman yang telah
dinashkan oleh Allah dalam surat Al-Maidah ayat 3:
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan)bangkai, darah, daging babi, dan
(daging) hewan yang
disembelih bukan atas
nama Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih, dan (diharamkan pula)
yang disembelih untuk berhala.”
Selain kriteria-kriteria
tersebut, dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah, Rasulullah SAW.
Bersabda:
مَا قُطِعَ
مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهُوَ مَيِّتَةُ
Artinya: “bagian yang
dipotong dari hewan dalam keadaan hidup-hidup adalah bangkai”
C. Bangkai Yang Tidak Najis
Hukum umum bangkai secara keseluruhan adalah najis dan haram dimakan.
Dalilnya jelas termaktub dalam Al-Qur’an surat A-Maidah ayat 3. Namun sebelum
penulis menjelaskan pengecualian dari bangkai, terlebih dahulu mengelompokkan
hewan berdasarkan hukum memakannya dan hukum najis atau tidaknya. Pehatikan
tabel berikut:
HUKUM
MEMAKAN
|
KEADAAN
|
HUKUM
|
CONTOH
|
HALAL /
HARAM
|
MATI (
BANGKAI )
|
NAJIS
|
AYAM
ULAR
|
HARAM
|
HIDUP
|
TIDAK NAJIS
|
HARIMAU
|
MATI ( BANGKAI )
|
NAJIS
|
||
HARAM
|
HIDUP
|
TIDAK NAJIS
|
MANUSIA
|
MATI ( BANGKAI )
|
|||
HARAM
|
HIDUP
|
NAJIS
|
BABI
|
MATI ( BANGKAI )
|
ANJING
|
||
HALAL
|
MATI ( BANGKAI )
|
TIDAK NAJIS
|
IKAN
|
BELALANG
|
Dari tabel di atas bisa ditarik kesimpulan bahwasanya ada tiga hewan yang ketika
mati atau telah menjadi bangkai tidak dihukumi najis. Dua diantaranya halal
dimakan. Yaitu bangkai Ikan dan belalang. Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW.
yang secara jelas menghalalkan kedua bangkai tersebut. Beliau bersabda:
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ السَّمَكُ وَالْجَرَدُ (رواه
ابن ماجه)
Artinya: “dihalalkan bagi kami dua bangkai, yaitu ikan ban belalang.”
Sedangkan satu
yang terakhir tidak dihukumi najis ketika mati atau telah menjadi bangkai,
namun tidak halal dimakan, yaitu manusia.Dalilnya surat al-isro’ ayat 70:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memuliakan bani adam.”
Dari ayat
tersebut, tutntutan pemuliaanya adalah dengan tidak menghukuminya sebagai
najis.
Dari ketiga jenis bangkai tersebut, akan diperjelas ulasannya dibawah ini:
1. Bangkai Ikan
Ikan adalah termasuk hewan buruan laut. Allah Subhanallahu Wata’alaa
telah mengkhususkanya dengan nash-nash yang telah ada baik dari Al-Qur’an
maupun hadits. Pengkhususan tersebut berupa hukum suci dari bangkai ikan dan
halal dimakan. sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 96:
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu hewan buruan laut dan
makan (yang beresal) dari laut sebagai makan yang lezat bagimu.”
Juga dalam hadits Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasalam
tentang laut, beliau bersabda:
هُوَ الطُّهُورُ مَاءُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
Artinya: “ia suci airnya dan halal bangkainya.”[2]
Hukum kehalalan bangkai ikan tersebut lebih jelas lagi diterangkan dalam
sabda beliau:
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ السَّمَكُ وَ الْجَرَدُ
Artinya: “Dihalalkan bagi kami dua bangkai, yaitu ikan dam belalang”[3]
Dari dalil-dali tersebut, para ulama tidak ada yang berselisih dengan kesimpulan
hukumnya. Yaitu suci dan halal dimakan.
2. Bangkai Belalang
Belalang dalam pengelompokkan hewan termasuk bagian dari serangga. Karena
belalang berkaki enam dan termasuk serangga yang bisa terbang. Maka dalam
pengelompokkan tersebut tidak semua serangga halal dimakan. Allah ‘Azza
Wajalla mengkhususkan belalang sebagi serangga yang suci bangkainya dan
halal dimakan. Sebagimana yang telah disebutkan dalam dalil kemumuman hukum
bangkai ikan dan belalang.
Hanya saja para ulama berselisih pendapat tentang cara memakan belalang
tersebut sehingga hukumnya menjadi halal. Jumhur ulama mengatakan belalang
halal dimakan langsung tanpa perlu disembelih. Sedangkan ulama malikiyah
mensyratkan untuk disembelih, baik dengan memutuskan kepalanya ataupun dengan
cara yang lainya.
Sebab perselisihan mereka ada pada penyebutan belalang sebagai bangkai yang
hukum memakanya adalah haram. Seperti disebutkan dalam surat al-maidah ayat 3.
Sebab lainya yaitu penyebutanya sebagai bagian dari buruan laut atau buruan
darat. Namun dari kedua pendapat yang berselisih tersebut, para ahli fiqih
lebih memilih pendapat jumhur ulama sekaligus merajihkannya. Alasan dari hukum
tersebut adalah diambil dari dalil keumuman sifat halal bangkai belalang.
3. Mayat Manusia
Allah ‘Azza Wajalla telah menciptaka manusia dengan sebaik-baik
rupa. Bahkan Allah pun melebihkan manusia atas makhluk yang lain. Banyak sekali
nash-nas dari al-Qur’an maupun al-hadits yang menunjukkan kemuliaan makhluk
yang bernama manusia. Diantara nash-nash tersebut para ulama ahli fikih menyimpulkan
bahwa salah satu kemuliaan manusia adlah ditinjau dari ia adalah makhluk yang
suci ketika dia hidup maupun mati. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam pun
melarang menghukumi najis mayat manusia. Beliau bersabda:
لَا تُنَجَّسُوْا مَوْتَاكُمْ فَإِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ
حَيًّا وَلَا مَيِّتًا
Artinya: “janganlah kalian menajiskan yang mati diantara kalian.
Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis baik ia hidup maupun mati.”[4]
Juga hadits yang menerangkan hal yang sama, beliau bersabda:
سُبْحَانَ اللهِ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ
Artinya: “Maha Suci Allah sesungguhnya seorang mukmin itu tidak najis”[5]
Banyak perselisihan yang terjadi dikalangan ulama dalam menghukumi
kenajisan mayat manusia. Perbedaan pendapat juga ada pada pengelompokkan mukmin
dan kafir. Pendapat-pendapat tersebut mereka simpulkan dari dalil-dalil diatas.
Menurut jumhur ulama, mayat manusia suci baik dalam keadaan hidup maupun mati.
Sedangkan ulama hanafiah, mereka menghukuminya sebagai najis. Mereka beralasan
karena manusia termasuk makhluk yang suci ketika masih hidup dan wajib
dimandikan ketika mati. Selain itu mereka mengikuti fatwa dua orang sahabat.
Yaitu Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair.
Selain itu, para ulama berbeda pendapat dalam menghukumi najis manusia yang
muslim dan yang kafir. Dari dalil tersebut, sebagian ulama menghukumi mayat
orang kafir sebagai najis. Mereka beralasan dengan kejelasan dalil yang hanya
menunjukkan sucinya mayat seorang mukmin. Dan tidak benar mengkiyaskan atau
menyamakan mayat orang kafir denga orang mukmin. Namun, jumhur ulama tidak ada
yang membedakan antara hukum mayat manusia baik mukmin atapun kafir. Karena
pada hakikatnya Allah Y-lah yang telah memuliakan makhluk yang bernama manusia.
D. Bangkai Lain Yang
Dikecualikan
Diantara bangkai-bangkai yang telah disebutkan sebelumnya, ada tambahan
beberapa bangkai yang halal dimakan dan tidak najis. Diantaranya:
1. Janin
Janin yang dimaksud di sini adalah janin yang berada dalam kandungan hewan
yang akan disembelih. Maka jika induk janin tersebut disembelih dengan cara
yang syar’i, janin yang ada didalamnya halal untuk dimakan. Rasulullah r bersabda:
ذكاة
الجنين ذكاة أمّه
Artinya: “menyembelih janin adalah dengan menyembelih induknya.”[6]
2. Buruan
Berburu dibolehkan dalam Islam. Bahkan berburu merupakan salah satu bentuk
usaha manusia untuk mencari pangan sebagai penyambung hidup. Kebolehan berburu
ini terdapat dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Allah Y berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 2:
Artinya: “Dan jika kamu telah bertahalul maka berburulah.”
Bahkan berburu juga dibolehkan menggunakan hewan-hewan pemburu seperti
anjing atau serigala. Dalam surat yang sama ayat 4 dijelaskan:
Artinya:”Dihalalkan
bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah
kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang
telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya
untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu waktu melepaskannya.”
Senada dengan Al-Qur’an banyak hadits-hadits yang menunjukkan kebolehan
berburu juga kebolehan berburu dengan menggunakan hewan pemburu. Rasulullah r bersabda:
مَا صِدْتَ بِقَوْسِكَ
فَاذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ ثُمَّ كُل ومَا صِدْتَ بِكَلْبِكَ الْمُعَلَّمِ فَذَكَرْتَ
اسْمَ اللَّهِ فَكُل وَمَا صِدْتَ بِكَلْبِكَ غَيْرِ مُعَلَّمٍ فَأَدْرَكْتَ ذَكَاتَهُ
فَكُل
Artinya: “Hewan-hewan yang
kamuburudenganmenggunakanpanahmudanmelafadzkannama Allah, makanlah. Dan
hewan-hewan yang kamuburudenganmenggunakananjingmu yang
terlatihdanmelafazkannama Allah, makanlah. Sedangkanhewan-hewan yang
kamuburudenganmenggunakananjingmu yang belumterlatih, bilakamudapatimakasembelihlahdanmakanlah.”[7]
Dalam syari’at berburu sendiri terdapat syarat dan ketentuan-ketentuan
untuk hewan yang diburu maupun orang yang memburu. Diantaranya syarat hewan
yang menjadi target buruan adalah hewan yang dagingnya halal dimakan. Selain
itu hewan tersebut hidupnya dialam liar, bukan hewan tanah haram, dan matinya
dengan senjata yang lazim digunakan untuk berburu. Seperti, tombak, panah, dan
senapan. Sedangkan syarat orang yang menjadi pemburu diantaranya adalah ia
harus beragama Islam atau Ahli Kitab, baligh juga berakal, tidak dalam keadaan
berihram, membaca basmalah ketika menargetkan buruan, bukan diniatkan untuk
selain Allah, tidak salah sasaran dan tidak buta. Ini semua diqiyaskan kepada
penyembelihan syar’i sehingga buruan tersebut halal dimakan.
Namun, ada larangan ketika seorang pemburu berburu dengan anjing yang
memang terlatih untuk berburu. Jika anjing yang berburu itu memakan sebagian
hasil buruannya, maka hukum daging buruan tersebut menjadi haram dimakan.[8]
Dalilnya hadits Rasulullah r:
عن عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَال : قُلْتُ : يَا
رَسُول اللَّهِ إِنَّا قَوْمٌ نَتَصَيَّدُ بِهَذِهِ الْكِلاَبِ فَمَا يَحِل لَنَا مِنْهَا
؟ فَقَال : إِذَا أَرْسَلْتَ كِلاَبَكَ الْمُعَلَّمَةَ وَذَكَرْتَ اسْمَ اللَّهِ فَكُل
مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكَ إِلاَّ أَنْ يَأْكُل الْكَلْبُ فَلاَ تَأْكُل فَإِنِّي
أَخَافُ أَنْ يَكُونَ إِنَّمَا أَمْسَكَ عَلَى نَفْسِهِ وَإِنْ خَالَطَهَا كَلْبٌ مِنْ
غَيْرِهَا فَلاَ تَأْكُل .
Artinya: “Dari Adi bin
Hatimradhiyalahuanhuberkata,”Akubertanya,”YaRasulallah, kami adalahkaum yang
biasaberburudenganmenggunakananjing, apakah halal hasilburuannya?”. Rasulullah
SAW menjawab,”Bilakamumelepaskananjingmu yang sudahterlatihdenganmenyebutnama
Allah, makamakanlahdarihasilburuannya. Namunbilaanjingituikutmemakannya,
makajangandimakan, karenaakukhawatiranjingituberburuuntukdirinyasendiri. Dan
bilaadaanjing lain yang ikutmakan, janganlahdimakan” [9]
3.
Unta
Unta termasuk hewan yang halal dimakan. Selain itu juga dibolehkan untuk
dijadikan hewan kurban. Mamalia yang mempunyai punuk sebagai cadangan air dalam
tubuh ini biasa hidup di gurun pasir yang sangat panas. Tepatnya unta biasa
hidup di daerah Arab. Orang arab biasa mengkonsumsi daging unta. Maka, sebelum
mengkonsumsinya unta akan disembelih. Tentunya dengan penyembelihan yang
disyari’atkan.
Unta adalah hewan yang punya postur badan yang tinggi. Jadi tidak mungkin
unta bisa dilumpuhkan dengan cara dijagal seperti sapi. Ada cara tersendiri
untuk menyembelihnya. Bisa dengan menebas lehernya dengan pedang yang tajam
saat dalam keadaan berdiri. atau seperti yang terjadi pada zaman Rasulullah r ketika unta yang akan disembelih kabur maka boleh melumpuhkannya dengan
anak panah[10].
Dalilnya:
عَنْ عَبَايَةَ بْنِ رِفَاعَةَ،
عَنْ جَدِّهِ رَافِعٍ، قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِذِي الحُلَيْفَةِ، فَأَصَابَ النَّاسَ جُوعٌ، وَأَصَبْنَا إِبِلًا وَغَنَمًا، وَكَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُخْرَيَاتِ النَّاسِ، فَعَجِلُوا
فَنَصَبُوا القُدُورَ، فَأَمَرَ بِالقُدُورِ، فَأُكْفِئَتْ، ثُمَّ قَسَمَ، فَعَدَلَ
عَشَرَةً مِنَ الغَنَمِ بِبَعِيرٍ، فَنَدَّ مِنْهَا بَعِيرٌ، وَفِي القَوْمِ خَيْلٌ
يَسِيرَةٌ، فَطَلَبُوهُ فَأَعْيَاهُمْ، فَأَهْوَى إِلَيْهِ رَجُلٌ بِسَهْمٍ فَحَبَسَهُ
اللَّهُ، فَقَالَ: «هَذِهِ البَهَائِمُ لَهَا أَوَابِدُ كَأَوَابِدِ الوَحْشِ، فَمَا
نَدَّ عَلَيْكُمْ، فَاصْنَعُوا بِهِ هَكَذَا
Artinya: "Dari 'Abayah bin Rifa'ahdarikakeknya,Rofi', iaberkata; ketika kami bersamaRosulullohshollallahu 'alaihiwasallam di DzulHulaifah, kemudian orang-orang kelaparan, dan kami mendapatkanuntadankambing, sedangkanRasulullahshallallahu 'alaihiwasallamberadapadabeberapakelompok orang yang terlambat, kemudian orang yang pertamabersegeramenyembelihdanmeletakkankuali, kemudianRasulullahshallallahu 'alaihiwasallamterdoronguntukmenujukepadamerekakemudianbeliaumemerintahkan agar isikualidikeluarkan, kemudianbeliaumembagidiantaramereka, danmenyamakansepuluhkambingdengansatuunta. Ketikamerekadalamkeadaandemikian, tiba-tibaterdapatunta yang lepas, merekatidakmemilikikecualikuda yang tidakkencanglarinya.Merekamencarinyadanlelahkarenanya, kemudinseoranglaki-lakimemanahnyadengananakpanahkemudian Allah menahanuntatersebut.LaluRasulullahshallallahu 'alaihiwasallambersabda: "Sesungguhnyabinatang-binatangbisamenjadi liar, sepertiliarnyabinatang-binatang liar, makaapa yang kalian mampulakukanterhadapnyamakalakukanlah." [11]
Maka cara penyembelihan
seperti itu termasuk dalam penyembelihan syar’i menurut madzhab Syafi’i. Dan
dirojihkan oleh Imam Ar-Rofi’i.
E. Kesimpulan
Sebagi umat muslim dan hamba Allah Y, tentunya telah banyak kemudahan-kemudahan yang telah Ia berikan dalam
hidup ini. Tidak semua yang ada terlarang untuk dinikmati seorang hamba.
Bangkai yang najis dan haram dimakan, memang sepatutnya kita jauhi. Namun
diantara yang haram tersebut ada bangkai ikan dan belalang yang tidak najis dan
halal dikonsumsi, serta mengandung banyak protein yang sangat berguna bagi
tubuh manusia.
Selain itu, kita sebagai muslim sudah seharusnya memenuhi kewajibanya untuk
mengurusi jenazah orang yang meninggal disekitar kita. Maka Allah Y pun memberi kemudahan dalam hal tersebut. Yaitu dengan tidak menghukumi
najis mayat manusia. Bahkan hukum ini umum bagi muslum maupun kafir. Karena Ia
sendiri yang telah memuliakan manusia dengan hukum tersebut. Maka, ketika kita
menyentuhnya pun tidak menjadi masalalh yang berat.
Semua makan yang ada di muka bumi ini mubah hukumnya untuk dikonsumsi.
Kecuali dalil-dali yang mengharamkanya. Hukum itu juga mencakup hewan-hewan
yang halal untuk dimakan. Namun beberapa masalah terjadi seiring berjalanya
waktu. Tentu saja Allah dan Rasul-Nya selalu punya jaaban yang memuaskan bagi
hamba-Nya sekalian. Seperti masalah janin yang ada dalam perut induk hewan
sembelihan, maka ia halal dimakan. Juga dibolehkanya berburu dengan cara yang
disyari’atkan. Dan lain sebagainya dari kemudahan-kemudahan yang Allah berikan.
Sebagi seorang hamba, kita wajib mensyukuri segala kemudahan ini. Dengan
mentaati segala apa yang Allah perintahkan, dan menjauhi segala yang Ia larang.
Supaya kita mendapatkan nikmat yang lebih dari apa yang telah kita usahakan.
Seperti yang Allah firmankan dalam surat Ibrohim ayat 7:
وَإِذْتَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ
وَلَإِنْكَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَبِيْ لَشَدِيْدٌ
Artinya: “Dan ingatlah ketika Rabbmu memaklumkan, ‘sesungguhnya juka
kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kapadamu, tetapi jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.’”
F. Penutup
Segala puji bagi Allah yang selalu menyertai hambanya dimana pun dan kapan
pun. Selesailah makalah yang singkat ini dengan penuh kepuasan dan rasa syukur.
Harapan dari makalah ini adalah semoga manfaatnya tak kan pernah putus walaupun
Penulis telah meninggalkan dunia yang fana ini.
Hanya Allah Subhanahu Wata’ala-lah yang Maha Sempurna. Dan sebagai
hamba-Nya pasti selalu memiliki kekurangan dalam dirinya. Jika terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan dalam pembuatan makalah ini, Penulis tidak sungkan
untuk menerima kritikan dan saran yang membangun kemampuan untuk menelurkan
karya yang lebih baik.
Akhiru da’wana anil hamdulillahi rabbil’alamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Kariim, terjemah RI.
Abu Bakar bin Al-Husaini Al-Hushni Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’iy-Al-Imam
Taqiyyuddiin, Kifayatul Akhyar Fie Hilli Ghoyatil Ikhtishor, (Beirut:
Daarul Kutub Al-Ilmiyah, cet. 6, 2012)
Ar-Riasah Al-‘Amah liidaaratil Buhuts Al-‘Ilmiyah wal Ifta’ wad Da’wah wal
Irsyad, Majalah Al-Buhts Al-Islamiyah, jil.1 (Mauqi’ Ar-Riasah Al-‘Amah
lilbuhuts Al-‘Imiyah wal Ifta’)
Az-Zuhaili-Dr. Wahbah, Al-fiqhul Islam Wa Adillatuhu, jil. 1 (Damaskus:
Daarul Fikr, cet. 5, 2007)
Az-Zuhaili-Dr. Wahbah, Mausu’ah Al-fiqhi Al-Islamy wal Qodhoyaa
Al-Mu’ashiroh, (Damaskus: Daarul Fikr, cet. 3, 2012)
Bin Abdullah Abu Zaid bin Muhammad bin Abdullah bin Bakar bin Utsman bin
Yahya bin Ghoihab bin Muhammad-Bakar, Fiqhu An-Nawazil, jil.1 (Beirut:
Muasasah Ar-Risalah, cet.1, 1996)
Bin Sayyid Salim-Abu Malik Kamal, Shahih Fiqih Sunnah,jil. 2 (
Al-Maktabah At-Taufiqiyah)
Bin Sayyid Salim-Abu Malik Kamil, Fiqih Sunnah Untuk Wanita, Asep
Sobari, Lc. (Jakarta: Al-‘Itishom, cet. 4, 2010)
Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rasyid Al-Qurthubi Al-Andalusi-Al-Imam
Al-Qodhi, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (Kairo: Daarul
Kutub Al-Islamiyah, cet.1, 2012)
Wuzarotul Auqaf wa Syu’unil Islamiyah, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah
Al-Kuwaitiyah,jil. 1 (Kuwait, Daarus Salam, cet. 2, 1427 H)
[1]Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, alih
bahasa Asep Sobari, Lc., Fiqih Sunnah Untuk Wanita, (Jakarta:
Al-‘Itishom 1422H) Cetakan I h. 501
[2]HR. Abu Dawud
[3]HR. Ibnu Majah
[4]HR. Imam Bukhori
[5]HR. Imam Bukhori dan Iman Muslim
[6]HR. Imam Ahmad
[7]HR. Bukhori dan Muslim
[8]http://rumahfiqih.net/konsultasi/detail/1385800340/Hewan-Buruan-Halal-Apa-Haram
[9]HR. Bukhori
[10]
http://www.fikihkontemporer.com/2012/10/cara-penyembelihan-hewan-yang-sulit.html
[11]HR. Bukhori
Komentar