Langsung ke konten utama

APA TUJUAN MEMPELAJARI ILMU FIQIH



Sebelum kita menuju pembahasan, ada baiknya kita menyimak kisah salah seorang ulama berikut yang di kemudian hari menjadi ulama’ besar. Beliau adalah Imam Abu Hanifah yang pernah mangalami rasa malu karena ketidak tahuannya. Sehingga beliau melakukan kesalahan sampai lima kali dalam salah satu ibadah yang beliau lakukan.
Sebagaimana yang beliau ceritakan sendiri, “Aku pernah melakukan kesalahan ketika melakukan manasik di Makkah, lalu seorang tukang cukur mengajariku. Peristiwa itu terjadi ketika aku bermaksud mencukur rambut karena hendak menyudahi ihram, maka aku mendatangi seorang tukang cukur. lalu aku bertanya, berapa upah yang harus aku bayar untuk mencukur rambut kepala?. Tukang cukur itu menjawab, “semoga Allah memberi hidayah kepada Anda, ibadah tidak mempersyaratkan itu. Duduklah dan posisikanlah kepala sesuka Anda,”.
Aku pun merasa grogi dan duduk. Hanya saja ketika itu aku duduk dengan membelakangi kiblat, maka tukang cukur itu mengisyaratkan agar aku menhadap kiblat. Dan aku pun menuruti kata-katanya. Yang demikian itu semakin membuat aku salah tingkah. Lalu aku serahkan kepala bagian kiri untuk dipangkas rambutnya, namun tukang cukur itu berkata, “berilah bagian kanan.”. lalu aku pun menyerahkan bagian kanan kepalaku.
Tukang cukur itu mulai memangkas rambutku sementara aku hanya diam memperhatikannya dengan takub. Melihat sikapku, tukang cukur itu berkata, “mengapa Anda diam saja? Bertakbirlah dan berseru” lalu aku pun bertakbir hingga aku beranjak untuk pergi. Untuk kesekiankalinya tukang cukur itu menegurku, “hendak kemanakah Anda?” aku katakan, ‘aku hedak pergi manujukendaraanku.’ Tukang cukur itu berkata, “sholatlah dua raka’at terlebih dahulu lalu pergilah sesuka Anda.”. aku pun sholat dua raka’at, lalu aku berkata kepada diriku sendiri, tidak mungkin seorang tukang cukur bisa berbuat seperti ini melainkan dia pasti memiliki ilmu. Kemudian aku bertanya kepadanya, ‘dari manakah Anda mendapatkan tata cara manasik yang telah Anda ajarkan kepadaku tadi?’ orang itu menjawab, “aku melihat ‘Atha; bin Abi Rabbah mengerjakan seperti itu lalu aku mengambilnya dan memberikan pengarahan kepada manusia dengannya.”
Dari cerita tersebut bisa diketahui bahwa kita sangat menghajatkan ilmu fikih sebagai bekal untuk kita melaksanakan segala ibadah yang Allah perintahkan. Lalu secara ringkas tujuan mempelajari ilmu fikih adalah sebgai berikut:
1.      Ilmu fikih mengatur dua hubungan utama manusia. Yaitu hubungan manusia dengan Sang Pencipta, diri sendiri, dan masyarakat atau pun orang lain.
2.      Hukum-hukum fikih juga ditunjukkan untuk maslahat dunia dan Akhirat.
3.      Hukum-hukum fikih mengandung masalah akidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalah sehingga ketika mengamalkannya hati manusia terasa hidup, merasa melaksanakan suatu kewajiban, dan merasa diawasi oleh Allah dalam segala kondisi. Oleh sebab itu, jika diamalakn dengan benar, maka ketenangan, keimanan, kebahagiaan, dan kestabilan akan terwujud. Maka selain itu, jika fikih dipraktekkan dalam kehidupan manusia seluruh dunia akan rapi dan teratur.
4.      Secara ringkas mempelajari ilmu fikih berarti mempelajari dimensi kehidupan yang dibutuhkan oleh semua manusia.
5.      Belajar fikih gar lebih bijak.
6.      Menurut Iman Ibnul Jauzi, ilmu yang paling bermanfaat saat ini adalah ilmu fikih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Review Skripsi

REVIEW SKRIPSI BAB I “ HUKUM MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL KAJIAN HADITS MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL” Oleh Ihda Al-Husnayain Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Metodologi Penelitian” Diampu oleh: Ust. Junaidi Manik, M.PI Oleh: Uswatun Hasanah PROGRAM AD-DIROSAH AL-ISLAMIYAH AL-MA’HAD AL-‘ALY HIDAYATURRAHMAN SRAGEN 143 9 H/ 201 7 M A.     Judul Skripsi. HUKUM MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL KAJIAN HADITS MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL (Studi Analisis) disusun oleh: Ihda Al-Husnayain. Judul skripsi merupakan hal sangat penting, karena judul akan menggambarkan pembahasa yang akan dikaji oleh penulis, selain itu judul skripsi harus sesuai dengan pembahasan yang ditulis oleh penulis. Judul skripsi pun harus singkat, jelas serta menarik. Adapun judul skripsi di atas menurut reviewer sudah baik dan sesuai dengan metodologi penulisan skripsi yan...

Hukum Air Kencing Anak Laki-Laki dan Perempuan yang Belum Makan Sesuatu Apapun kecuali ASI

A.     Pendahuluan            Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat, sehingga kami bisa membuat makalah yang sederhana ini. Dan tak lupa salawat dan salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhamad SAW.     Di dunia ini pasti kita akan menemui anak kecil, dan juga para orang tua yang merawat seorang anak pasti nya anak kecil ini akan kencing dan harus berkali-kali membersihkan. Air kencing seorang anak tanpa kita sadari kadang tercecer kemana-mana kepakaian kita ataupun sekeliling kita. Air kencing seorang anak najis sehingga kita harus hati-hati, takutnya kita terkena najisnya. Sedanggkan syarat sah sholat adalah suci dari najis, maka kita harus memperhatikan penyebab tidak sahnya sholat kita. Maka dari itu   kita seyogannya harus mengetahui apa hukum air kencing seorang anak kecil agar kita terhindar dari najis. Maka dari itu kami disini membahas bagaimana huk...

Segala Hal yang Keluar dari Dua Jalan (Qubul dan Dubur)

Oleh : Wafdah Amnatul Jannah, dkk. Sebelum mengkaji tentang sesuatu yang keluar dari sabilain [1] lebih jauh, maka ada baiknya jika membahas tentang pengertian najis terlebih dahulu. Karena segala sesuatu yang keluar dari sabilain termasuk najis. Najis secara bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan secara syar’i , najis adalah segala sesuatu yang haram untuk dikonsumsi secara mutlak walaupun   memungkinkan, yang hal tersebut bukan karena haram, kotor, atau berbahaya bagi badan dan akal. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa, segala sesuatu yang keluar dari dalam tubuh hewan [2] terbagi menjadi dua : 1.        Sesuatu yang tidak menyatu dan tidak mengalami perubahan di dalam tubuh, seperti : ludah, keringat, air mata, air liur [3] dan sejenisnya. Maka, hukumnya sesuai dengan hukum hewan tersebut. Jika berasal dari hewan yang najis, berarti hukumnya najis , dan sebaliknya. 2.        Sesuatu...