Langsung ke konten utama

Hukum Bank ASI



ASI merupakan hak seorang anak yang harus dipenuhi, kewajiban menyusui pun diberikan pada ibu. Namun, jika tidak memungkinkan bagi seorang ibu untuk menyusui anaknya karena sakit atau udzur lainnya, maka dianjurkan bagi seorang ibu untuk mencari ibu susu yang mukmin sehat lahir dan batin.

  Ibu pun hendaknya menghindari bank ASI, karena ASI yang didapat melalui bank ASI tidak diketahui dengan pasti siapa pemilik dari ASI tersebut. Sedangkan  tujuan adanya syari’at penyusuan salah satunya adalah menjaga nasab, dan Bank ASI merupakan sebuah perantara menuju pada pencampuran atau keraguan dalam nasab, maka dianjurkan untuk menghindarinya agar tidak timbul bahaya yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan kaidah:
الضَّرَرُ  الأشدُّ يُزَال بِالضَّرَرِ الأخَفّ.
Bahaya yang lebih besar maka dihilangkan dengan bahaya yang lebih ringan.”
Dalam masalah ini bahaya akan terjadinya pencampuran nasab lebih besar daripada hanya sekedar tidak adanya air susu ibu dari bank ASI. Disisi lain masih ada jalan lain dengan mencarikan ibu susu untuk bayi. Pendapat ini dikemukakan oleh syaikh Wahbah Az-Zuhaili.
Meski demikian, ada beberapa ulama’ yang membolehkan bank ASI. Diantaranya Ibnu Hazm dan Dr. Yusuf Qordhowi. Ibnu Hazm berpendapat bahwa susuan yang dapat menyatukan nasab ialah ketika seorang bayi menyusu langsung pada ibunya melalui mulutnya. Sedangkan dalam bank ASI sang bayi hanya mengambil ASI yang sudah dikemas.
Adapun Dr. Yusuf Qordhowi berpendapat bahwa tidak diragukan lagi tujuan diadakannya Bank ASI adalah baik dan mulia yang didukung oleh Islam dan berdirinya Bank ASI pun bertujuan untuk mewujudkan maslahat syar’iyah yang kuat. Wanita yang menyumbangkan ASI-nya untuk makanan anak-anak yang lemah akan mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu Wata’ala. Lebih-lebih jika yang bersangkutan bayi yang lahir prematur.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bank ASI merupakan tempat untuk menyimpan air susu ibu yang kita tidak tahu asalnya. Kita tidak tahu wanita yang mendonorkan air susunya, entah itu dari muslim ataupun kafir berpenyakit ataupun tidak. Jika memang seorang ibu tidak bisa menyusui anaknya atau anak terlahir prematur, maka alangkah baiknya dicarikan ibu susu seorang mukmin sehat lahir dan batinnya dan jika dari terpaksa harus mengambil dari Bank ASI, sebaiknya mengambil dengan meneliti orang yang mendonorkan ASI-nya agar tidak terjadi tercampurnya nasab. Wallâhu A‘lam bish Shawâb.[Uswah]




Ref:
-          Muhammad Shidqi bin Ahmad al-Burnu, Al Wajiz Fi Idhahi Qawa’idu al-Fiqhiyah al-Kulliyah, Beirut: Mu’assatu Ar-Risalah, 1983 M..
-          Wahbah az-Zuhaily, Mausu’ah al Fiqhi al Islamy wa al Qadhaya al Mu’ashirah, Damaskus: dar al fikr, 2013 M/1434 H.
-          Yusuf Al Quradhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer
-          Ahmad bin Said bin Hazm, Al Muhalla Bi Al-Atsar, Beirut: Dar Al kutub Al Ilmiyah, 2003 M/ 1425 H.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Review Skripsi

REVIEW SKRIPSI BAB I “ HUKUM MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL KAJIAN HADITS MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL” Oleh Ihda Al-Husnayain Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Metodologi Penelitian” Diampu oleh: Ust. Junaidi Manik, M.PI Oleh: Uswatun Hasanah PROGRAM AD-DIROSAH AL-ISLAMIYAH AL-MA’HAD AL-‘ALY HIDAYATURRAHMAN SRAGEN 143 9 H/ 201 7 M A.     Judul Skripsi. HUKUM MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL KAJIAN HADITS MEMBACA SURAT YASIN PADA ORANG MENINGGAL (Studi Analisis) disusun oleh: Ihda Al-Husnayain. Judul skripsi merupakan hal sangat penting, karena judul akan menggambarkan pembahasa yang akan dikaji oleh penulis, selain itu judul skripsi harus sesuai dengan pembahasan yang ditulis oleh penulis. Judul skripsi pun harus singkat, jelas serta menarik. Adapun judul skripsi di atas menurut reviewer sudah baik dan sesuai dengan metodologi penulisan skripsi yang benar. B

PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN

       PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN Makalah guna memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Ushul Tafsir Oleh : Uswatun Hasanah Dosen Pengampu: Siti Badriyah                                                                                        JURUSAN DIRASA T AL ISLAMIYYAH AL MA’HAD AL ALY HIDAYATURRAHMAN     SRAGEN    2015-2016 PERKEMBANGAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN PEMBUKUAN             Setelah masa khulafaur rosyidin berakhir, kepemerintahan dipimpin oleh generasi setelahnya yaitu generasi tabi’in, seiring bergantinya generasi perkembangan ilmu pun ikut berkembang begitu juga ilmu tafsir,penafsiran dari masa ke masa telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dikarenakan penafsiran pada masa sahabat diterima baik oleh para ulama dari kaum Tabi’in di berbagai daerah kawasan Islam. Dan pada akhirnya mulai muncul kelompok-kelompok ahli tafsir di Makkah, Madinah, dan di daerah lainnya

Segala Hal yang Keluar dari Dua Jalan (Qubul dan Dubur)

Oleh : Wafdah Amnatul Jannah, dkk. Sebelum mengkaji tentang sesuatu yang keluar dari sabilain [1] lebih jauh, maka ada baiknya jika membahas tentang pengertian najis terlebih dahulu. Karena segala sesuatu yang keluar dari sabilain termasuk najis. Najis secara bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan secara syar’i , najis adalah segala sesuatu yang haram untuk dikonsumsi secara mutlak walaupun   memungkinkan, yang hal tersebut bukan karena haram, kotor, atau berbahaya bagi badan dan akal. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa, segala sesuatu yang keluar dari dalam tubuh hewan [2] terbagi menjadi dua : 1.        Sesuatu yang tidak menyatu dan tidak mengalami perubahan di dalam tubuh, seperti : ludah, keringat, air mata, air liur [3] dan sejenisnya. Maka, hukumnya sesuai dengan hukum hewan tersebut. Jika berasal dari hewan yang najis, berarti hukumnya najis , dan sebaliknya. 2.        Sesuatu yang mengalami perubahan di dalam tubuh, seperti : air kencing,